SUARASMR.NEWS – Makam Bung Karno di kota Blitar, menjadi tujuan ziarah masyarakat dari berbagai daerah. Mereka datang untuk mengenang jasa Ir. Soekarno sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia.
Momentum ini juga sekaligus memperingati wafatnya sang tokoh nasional pada 21 Juni 1970. Ir. Soekarno wafat di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Namun, ia dimakamkan di Blitar, Jawa Timur, di samping makam ayah dan ibunya.
“Karena makam orang tuanya ada di sini, maka Bung Karno dimakamkan di Blitar,” kata Juni Purnomo, juru kunci makam, Jumat (20/06/2025).
Makam Bung Karno dibuka setiap hari mulai pukul 07.00 hingga 17.00. Pengunjung membludak pada akhir pekan, hari libur, dan tanggal merah.
Di sekitar area makam, berdiri Museum dan Perpustakaan Bung Karno. Lokasi ini menjadi tempat edukasi sejarah dan nilai-nilai perjuangan bangsa.
Diketahui bersama bahwa pada 21 Juni, merupakan wafatnya Proklamator RI Soekarno. Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto menjadi saksi bisu detik-detik terakhir kehidupan sang proklamator.
Di penghujung usianya, ketika Orde Baru berkuasa, Soekarno seolah tak seindah jasa-jasanya untuk kemerdekaan Indonesia. Bung Karno wafat tanpa penghargaan dan penghormatan dari bangsanya.
“Semangatnya sudah hilang bertahun-tahun sebelum itu. Saat Jenderal Soeharto menahannya di Wisma Yaso, Sukarno diasingkan dari rakyat yang dicintainya. Bahkan keluarga pun dipersulit untuk menjenguknya,” tulis @sejarahRI dalam buku Soekarno Poenja Tjerita terbitan tahun 2016.
Beliau wafat di ruang perawatan RSPAD Gatot Subroto, Minggu, 21 Juni 1970, pukul 07.07 WIB akibat mengidap komplikasi ginjal, gagal jantung, sesak nafas, dan reumatik. Sebelumnya, Bung Karno dikucilkan dan dilarang menginjakkan kaki di Jakarta. Ia tinggal di Istana Bogor, kemudian pindah ke Istana Batu Tulis.
Fakta sejarah yang dihimpun, hari- hari terakhir Bung Karno bermula setelah mosi tidak percaya parlemen bentukan Nasution di tahun 1967 dan MPRS yang menunjuk Soeharto sebagai Presiden RI. Saat itu, Bung Karno menerima surat untuk segera meninggalkan istana dalam waktu 2×24 jam.
Barang-barang pribadi serta wajah para tentara yang diperintahkan Soeharto meninggalkan kesan untuk mengusir Bung Karno dengan cara tidak bersahabat.
Ketika itu, beberapa tentara sudah memasuki ruangan. Dalam pikiran Bung Karno yang ditakuti adalah bendera pusaka. Dengan kertas koran lalu ia masukkan bendera itu ke dalam baju yang dikenakan di dalam kaos oblong.
Bung Karno tahu bendera pusaka tidak akan dirawat oleh rezim Soeharto dengan benar. Bung karno lalu menoleh pada ajudannya Saelan. “Aku pergi dulu” kata bung karno hanya dengan mengenakan baju putih dengan celana panjang hitam.
Dalam buku lain berjudul IR. Soekarno karya Wahjudi Djaja, tertulis bahwa sakit yang diderita Sukarno sejak Agustus 1965 semakin parah. Ia kemudian memohon kepada Soeharto agar diizinkan kembali ke Jakarta melalui putrinya, Rachmawati.
Setelah mendapat izin, Bung Karno akhirnya pindah ke Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala) dengan status tahanan. Pengamanan terhadap sang proklamator diperketat. Alat sadap dipasang di setiap sudut rumah dan tak ada seorang pun yang boleh menjenguknya.
Bung Karno menderita sakit pada 16 Juni 1970. Ia dilarikan dari Wisma Yaso dan ditempatkan dalam sepetak kamar dengan penjagaan berlapis di lorong rumah sakit. Kondisi Bung Karno semakin buruk setiap harinya. Kesadarannya pun menurun pada Sabtu, 20 Juni 1970, pukul 20.30 WIB dan mengalami koma keesokan harinya.
Dokter Mahar Mardjono kemudian menghubungi anak-anak “Sang Putra Fajar” dan menyuruh mereka datang. Tampak Guntur, Megawati, Sukmawati, Guruh, dan Rachmawati hadir di rumah sakit pada hari Minggu, 21 Juni 1970 pukul 06.30 WIB.
Pukul 07.00 WIB, dokter Mahar membuka pintu kamar sang proklamator. Anak-anaknya langsung menyerbu masuk ke ruang perawatan dan memberondong Mahar dengan pertanyaan. Namun, Mahar tak menjawab. Ia hanya menggelengkan kepala.
Pukul tujuh lewat, perawat yang bertugas mulai mencabut selang makanan dan alat bantu pernapasan dari tubuh Sukarno. Anak-anak Sukarno kemudian mengucap takbir. Melihat kondisi sang ayah, Megawati membisikkan kalimat syahadat ke telinga ayahnya.
Sebelum kalimat itu selesai, Sukarno mengucap nama sang pencipta.”Allah…,” bisik Sukarno pelan sseiringhembusan nafas terakhirnya.
Terdengar suara tangis pecah dari ruang kamar Sukarno pukul 07.07 WIB. Sang proklamator telah menghadap sang pencipta dan purna sudah tugas beliau sebagai penyambung lidah rakyat. (red/akha)