SUARASMR.NEWS – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menanggapi isu yang menyebut Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan berkantor di Papua.
Menurutnya, penugasan Wapres dalam memimpin percepatan pembangunan Papua merupakan mandat dari Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, namun hal itu tidak serta-merta berarti Wapres akan berkantor tetap di wilayah timur Indonesia tersebut.
“Mungkin sesekali beliau berkunjung ke Papua untuk memimpin rapat koordinasi,” ujar Prasetyo dalam keterangan pers, Rabu (9/7/2025).
Meski demikian, ia menegaskan bahwa tidak ada masalah jika Wapres Gibran sempat berkantor di Papua. Pemerintah, lanjutnya, telah menyiapkan fasilitas untuk mendukung tugas-tugas percepatan pembangunan di sana.
“Tim Percepatan Pembangunan Papua difasilitasi negara, sehingga akan menggunakan gedung KPKN Jayapura sebagai kantor operasional,” jelasnya.
Prasetyo juga menjelaskan bahwa tim percepatan tersebut akan memiliki turunan dalam bentuk badan atau satuan tugas khusus yang bertugas menjalankan operasional harian di lapangan.
Kehadiran tim ini, menurutnya, menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam membangun Papua secara terstruktur dan berkelanjutan.
Ia pun menilai bahwa penugasan dan operasional tim percepatan pembangunan di Papua tidak perlu diperdebatkan. Ini karena pembangunan wilayah tersebut merupakan kewajiban bagi pemerintah.
“Pembangunan Papua adalah kewajiban negara. Tidak ada yang salah jika Presiden maupun Wakil Presiden berkunjung ke sana,” tegasnya.
Mensesneg menambahkan bahwa Wapres Gibran dinilai memiliki kapasitas untuk menjalankan tugas tersebut, sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memastikan pemerataan pembangunan hingga ke wilayah paling timur Indonesia.
Sementara itu, menanggapi hal tersebut Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Yevry Sitorus, menyatakan dukungannya terhadap keputusan Presiden Prabowo Subianto yang akan menugaskan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk menangani persoalan di Papua.
Menurut Deddy, keputusan tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperhatikan pembangunan dan penyelesaian konflik di wilayah timur Indonesia itu. Ia menilai, Gibran adalah sosok yang tepat untuk mengemban tugas tersebut.
“Menurut saya, langkah ini sudah benar. Gibran orang yang pas untuk tugas ini. Tapi jangan hanya datang dan pergi, harus benar-benar fokus dan berada di Papua dalam waktu yang cukup lama,” ujar Deddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Deddy juga menepis anggapan bahwa Prabowo hanya mendelegasikan beban kerja kepada wakilnya. Ia menekankan bahwa Papua memang membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah pusat, mengingat kompleksitas masalah yang ada.
“Jangan dilihat sebagai pelimpahan tugas saja. Papua ini penting. Misalnya program food estate seluas 2-3 juta hektare, itu proyek besar yang butuh pengawasan serius. Presiden tidak bisa mengawasi semuanya sendiri,” tambahnya.
Untuk itu, Deddy menyarankan agar Gibran tidak terburu-buru turun ke lapangan tanpa memahami konteks historis dan sosial Papua. Ia menilai dialog dengan tokoh adat, akademisi, hingga pemerintah daerah perlu menjadi langkah awal sebelum mengambil kebijakan konkret.
“Sebaiknya Gibran duduk dulu bersama tokoh-tokoh Papua, para sejarawan, sosiolog, juga berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan pejabat terkait lainnya. Pemahaman yang utuh sangat penting sebelum bertindak,” pungkasnya.
Langkah ini, menurut Deddy, bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk menata ulang pendekatan terhadap Papua, bukan hanya dari sisi keamanan, tapi juga kesejahteraan dan keadilan sosial. (red/ria)