SUARASMR.NEWS – Angin segar bagi keselamatan jalan raya di Jawa Timur. Operasi Patuh Semeru 2025 yang baru memasuki hari kedua telah mencatat penurunan signifikan angka kecelakaan lalu lintas.
Data dari Direktorat Lalu Lintas Polda Jatim menunjukkan, hanya terjadi 50 kecelakaan hingga hari kedua operasi, dibandingkan dengan 81 kejadian pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan ini dianggap sebagai sinyal positif dari keberhasilan pendekatan menyeluruh yang diterapkan dalam operasi.
“Ini capaian awal yang patut disyukuri. Tapi tentu belum waktunya berpuas diri,” ujar Kompol Argo Budi Sarwono, Kabagbinops Ditlantas Polda Jatim, Rabu (16/7/2025).
Menurut Kompol Argo, efektivitas Operasi Patuh Semeru bukan hanya karena penindakan, tetapi juga berkat strategi edukatif yang dijalankan secara aktif.
Mulai dari program Polisi Menyapa, sosialisasi via media sosial, hingga pendekatan langsung ke komunitas masyarakat.
“Tertib lalu lintas bukan sekadar soal takut ditilang. Ini soal menyelamatkan nyawa,” kata Kompol Argo menegaskan.
Ia menyebut, budaya keselamatan berkendara masih belum tertanam kuat. Banyak pengendara yang baru patuh karena ada polisi, bukan karena kesadaran pribadi.
Oleh karena itu, Polda Jatim mendorong pendekatan preemtif, preventif, dan represif secara seimbang. Operasi tahun ini menerapkan empat metode penindakan:
- ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement)
- ETLE Mobile
- Penindakan Konvensional (Hunting Petugas)
- Pemberian Blanko Teguran
Strategi ini dirancang untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat dan mengajak mereka lebih disiplin, bukan karena tekanan, tetapi karena kesadaran.
“Kami ingin membangun budaya berkendara yang aman karena kesadaran, bukan karena rasa takut,” tambah Argo.
Operasi Patuh Semeru 2025 akan digelar hingga tanggal 27 Juli 2025 mendatang, secara serentak di seluruh wilayah Jawa Timur. Ada 7 pelanggaran prioritas dalam Operasi Patuh Semeru kali ini.
Mulai dari, menggunakan handphone saat berkendara, pengemudi kendaraan bermotor di bawah umur, boncengan lebih dari satu, tidak menggunakan helm untuk roda dua dan safety belt untuk roda empat.
Bukan hanya soal menindak pelanggar, tapi juga menyentuh hati dan akal masyarakat untuk menjadikan keselamatan sebagai kebutuhan, bukan beban hukum.
“Karena jalan raya adalah milik bersama, mari jadikan keselamatan sebagai budaya, bukan sekadar kewajiban,” pungkasnya. (red/akha)