SUARASMR.NEWS – Di lereng hijau Gunung Muria, Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, berdiri sebuah makam yang selalu dipenuhi peziarah. Di sinilah bersemayam Sunan Muria, salah satu anggota Wali Songo yang terkenal dengan dakwahnya yang lembut, bersahaja, dan dekat dengan alam.
Nama Muria sendiri memiliki sejarah panjang. Konon, istilah ini terinspirasi dari Bukit Moriah di Yerusalem, sebagaimana Kudus merujuk pada Al-Quds atau Baitul Maqdis di Palestina. Jejak sejarah ini menegaskan betapa dakwah Islam di tanah Jawa kala itu tidak lepas dari napas peradaban Islam dunia.
Jejak Keturunan Mulia: Sunan Muria lahir dengan nama kecil Umar Said, putra dari Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh, cucu dari Syekh Maulana Ishaq. Dalam berbagai riwayat, beliau juga dikenal dengan nama Raden Prawoto atau Raden Amir. Karena garis keturunannya, ia memiliki darah bangsawan Tuban.
Saat dewasa, Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung sekaligus adik Sunan Kudus. Dalam riwayat lain, ia juga disebut menikah dengan Dewi Roro Noyorono, putri Ki Ageng Ngerang.
Dakwah di Pelukan Alam: Berbeda dengan beberapa Wali Songo yang berdakwah di pusat kota, Sunan Muria memilih wilayah terpencil di utara Kudus. Ia hidup membaur dengan masyarakat lereng gunung, mengajarkan Islam lewat kesenian, pertanian, dan kearifan lokal.
Kepedulian beliau terhadap lingkungan begitu tinggi. Masyarakat mengenalnya sebagai wali yang mengajarkan “meruwat bumi” — merawat alam agar tetap lestari. Hal ini bahkan diabadikan dalam buku Napak Jejak Pemikiran Sunan Muria: Dari Ekoreliji hingga Akidah Muttahidah karya Maryono Widi (2014).
Hingga kini, ajarannya hidup dalam tradisi dan simbol-simbol sakral di sekitar makamnya. Warisan Tradisi Sunan Muria diantaranya:
1️⃣ Guyang Cekathak – Memohon Hujan dari Lereng Gunung
Guyang Cekathak adalah ritual mencuci pelana kuda milik Sunan Muria yang dilakukan setiap Jumat Wage di musim kemarau (Agustus–September) di Sendang Rejoso. Ritual ini diyakini mampu mendatangkan hujan agar sumber air tak pernah kering. Nyatanya, hingga kini, Sendang Rejoso tetap mengalir meski kemarau panjang.
2️⃣ Buah Parijoto – Buah Doa untuk Kelahiran yang Indah
Buah merah mungil ini menjadi oleh-oleh khas peziarah. Sunan Muria menganjurkan wanita hamil memakannya, dengan harapan bayi yang lahir kelak tampan atau cantik. Kini, khasiat Parijoto juga diakui secara ilmiah karena kaya antioksidan dan nutrisi.
3️⃣ Tembang Macapat Sinom Parijotho – Nyanyian Kasih dan Kesabaran
Lewat tembang ciptaannya, Sunan Muria menanamkan pesan untuk meredam hawa nafsu dan menumbuhkan cinta kasih. Tembang ini dianjurkan untuk wanita hamil atau yang sulit mendapat keturunan, dipercaya membawa ketenangan dan doa baik bagi keluarga.
Sunan Muria bukan sekadar tokoh penyebar Islam. Ia adalah penjaga harmoni antara manusia dan alam, pengajar kesantunan hidup, dan teladan kesederhanaan. Dari puncak Gunung Muria, warisannya terus mengalir, menyatukan nilai spiritual, budaya, dan kelestarian bumi. (red/akha)