SUARASMR.NEWS – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengeluarkan peringatan keras, judi online kini bukan sekadar ancaman sosial, tetapi telah menjelma menjadi darurat nasional yang menggerogoti moral, ekonomi, dan masa depan bangsa.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan data mencengangkan nilai transaksi dari aktivitas judi daring diperkirakan mencapai Rp999 triliun pada akhir 2024, dan bisa melampaui Rp1.100 triliun jika tidak segera dihentikan melalui intervensi serius pemerintah dan aparat hukum.
“Indonesia kini menjadi ladang empuk bagi provider judi online. Sudah ada korban nyawa mahasiswa bunuh diri karena terjerat utang judi, bahkan seorang ayah yang tega menjual bayinya karena kecanduan,” tegas Ivan dalam keterangan resmi, Selasa (5/8/2025).
Modus Canggih, Identitas Disamarkan: Menurut Ivan, kemudahan akses menjadi salah satu biang keladi melonjaknya kasus ini.
Hanya dengan ponsel genggam, siapa pun bisa terhubung ke ratusan situs judi daring yang tersembunyi di balik jaringan gelap dan sistem pembayaran mencurigakan.
Yang lebih mengkhawatirkan, peredaran rekening asli tapi palsu (aspal) semakin marak. Rekening ini diperjualbelikan di dark web dan aplikasi pesan terenkripsi, lengkap dengan identitas palsu.
Dan rekening aspal tersebut digunakan untuk menampung dana hasil kejahatan mulai dari judi, penipuan daring, hingga praktik pencucian uang lintas negara.
“Sekarang, beli rekening palsu itu semudah memesan makanan online. Kurangnya literasi digital dan lemahnya pengawasan membuat para pelaku leluasa beraksi,” tambah Ivan.
Langkah Tegas Pemblokiran dan Verifikasi Massal: Menanggapi kondisi ini, PPATK bersama bank mitra telah melakukan serangkaian aksi konkret.
Rekening-rekening pasif dan mencurigakan diblokir dan dikembalikan ke sistem perbankan untuk proses verifikasi ulang, merujuk pada UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan UU Perbankan.
“Kami tidak merampas hak siapa pun. Ini langkah sah untuk melindungi sistem keuangan negara dari infiltrasi uang haram,” tegasnya.
Ivan menegaskan, PPATK tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan kolaborasi lintas sektor—mulai dari OJK, Bank Indonesia, Kepolisian, Kejaksaan, hingga institusi keuangan—guna membendung kejahatan finansial yang kian kompleks.
Tak kalah penting, peran masyarakat juga menjadi garda terdepan. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak sembarangan membuka rekening atas nama orang lain atau menyewakan identitasnya.
“Kita harus berhenti bersikap reaktif. Perlu sistem pelaporan yang kuat, teknologi deteksi dini, dan kerja intelijen keuangan yang terintegrasi,” pungkasnya. (red/ria)