SUARASMR.NEWS – Pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, mengingatkan bahwa keserakahan bukan sekadar cacat moral individu, melainkan bom waktu yang mampu meruntuhkan sendi-sendi negara.
Ia menyebut keserakahan sebagai racun yang bekerja perlahan, merobek persatuan, dan menjatuhkan kehormatan bangsa di mata dunia.
“Keserakahan itu seperti api yang merambat dari dalam, diam-diam membakar hingga habis tanpa tersisa,” ujar Haidar dalam keterangan tertulis, yang diterima suarasmr.news, Selasa (12/8/2025).
Haidar mengingatkan, dengan mengutip pesan Ali bin Abi Thalib, “Orang yang hanya berpikir bagi kepentingan perutnya saja, maka harga dirinya serupa dengan apa yang keluar dari isi perutnya.”
Menurutnya, pesan ini tetap relevan di tengah maraknya korupsi mega-proyek, penyalahgunaan jabatan, dan monopoli usaha yang menekan rakyat kecil.
Haidar menilai, pejabat publik yang terjebak keserakahan ibarat batu besar yang menghambat laju kemajuan bangsa. Meski telah memperoleh gaji, fasilitas, dan kehormatan, mereka masih mencari celah memperkaya diri melalui kebijakan yang merugikan rakyat.
“Begitu keserakahan menguasai pikiran, prinsip akan dikorbankan, dan kebijakan yang diambil tidak lagi berpihak pada kepentingan umum,” jelas Haidar Alwi.
Ia memperingatkan, satu tindakan serakah dari pejabat berkuasa dapat merusak pondasi keadilan, mengganggu stabilitas ekonomi, dan memperburuk citra Indonesia di mata dunia.
Kepada Presiden Prabowo Subianto, Haidar mendorong pengawasan yang ketat dan berkesinambungan terhadap jajaran pembantu dan pejabat strategis.
Menurut Haidar, banyak masalah nasional berakar dari lemahnya hati dalam menghadapi godaan kekuasaan dan materi.
“Bangsa yang pemimpinnya kuat hati akan tahan terhadap intervensi asing. Bangsa yang dikuasai keserakahan akan mudah dipermainkan bahkan oleh negara yang lebih kecil,” ujarnya.
Untuk membangun ketahanan moral nasional, ia menawarkan empat langkah konkret:
1. Memperkuat pendidikan karakter sejak dini, agar generasi muda tumbuh dengan kesadaran bahwa kejujuran adalah fondasi kehidupan.
2. Memperketat sistem rekrutmen dan pengawasan pejabat, dengan menekankan integritas sebagai syarat utama.
3. Mendorong transparansi dan akuntabilitas, baik di pemerintahan maupun sektor swasta, agar publik memiliki akses untuk mengawasi kebijakan.
4. Menghidupkan budaya gotong royong yang menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
“Bangsa ini akan berdiri kokoh jika pemimpinnya berani menegakkan kebenaran dan rakyatnya berani menjaga kejujuran. Kekuatan hati harus menjadi dasar keputusan, karena dari situlah wibawa bangsa terjaga,” pupungknya. (red/akha)