SUARASMR.NEWS – Kota Solo kembali diramaikan polemik baru. Warga RT 001/RW 010 Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, menolak keberadaan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Padjajaran yang berdiri di tengah kawasan padat penduduk.
Warga RT 001/RW 010 Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, mendesak pembangunan dihentikan atau dipindah ke lokasi yang lebih layak.
Ketua DPRD Kota Solo, Budi Prasetyo, angkat suara menanggapi keresahan warga. Ia menegaskan, setiap pembangunan fasilitas di lingkungan permukiman wajib mengantongi izin lengkap dan melibatkan warga sekitar.
“Syarat membangun di Solo sudah jelas: harus ada IMB dan izin lingkungan. Kalau ada kesulitan, bisa koordinasi dengan OPD terkait. Saya yakin Pak Wali juga akan memfasilitasi,” ujar Budi di Gedung DPRD Solo, Rabu (15/10/2025).
Budi menilai penolakan warga muncul karena minimnya komunikasi sejak awal. Menurutnya, di masyarakat Jawa, etika bertetangga adalah hal utama.
“Kalau tahu-tahu bangunan berdiri tanpa izin, ya wajar warga keberatan. Tapi kalau prosesnya terbuka dan sesuai aturan, warga pasti bisa menerima,” tegas politikus PDI Perjuangan itu.
Ia menambahkan, meski program SPPG merupakan inisiatif pemerintah pusat untuk memperkuat ketahanan gizi, pelaksanaannya di daerah tidak boleh mengabaikan kearifan lokal dan aturan daerah.
“Niatnya baik, tapi jangan sampai menimbulkan gesekan sosial. Harus sinkron dengan kondisi wilayah dan warga sekitar,” ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota Solo Respati Ardi meminta pihak pengelola SPPG duduk bersama warga untuk mencari solusi terbaik. Ia menegaskan, Badan Gizi Nasional (BGN) dan pihak pelaksana harus menghormati aspirasi warga.
“Silakan rembuk dengan warga, cari titik tengahnya. Ini program bagus siapa yang menolak makan bergizi gratis? Tapi pelaksanaannya harus tertib dan disepakati bersama,” tutur Respati.
Di sisi lain, Mitra Badan Gizi Nasional (BGN) yang membangun dapur SPPG, yakni Yayasan Nusantara Bumi Pertiwi Indonesia, juga buka suara.
Perwakilannya, Asep, menegaskan bahwa pihaknya telah menempuh seluruh prosedur perizinan sesuai petunjuk teknis BGN dan siap membuka ruang dialog dengan masyarakat.
“Kami sudah mengajukan izin dan mengundang warga berdiskusi. Kami terbuka untuk mencari solusi terbaik,” jelasnya.
Kini, nasib dapur SPPG Padjajaran masih menunggu hasil musyawarah antara warga, pemerintah, dan pengelola. Semua berharap, niat baik untuk meningkatkan gizi masyarakat tidak berubah menjadi sumber konflik di tengah lingkungan yang selama ini hidup rukun. (red/adb)













