SUARASMR.NEWS -Tekanan akademik dan padatnya aktivitas ekstrakurikuler ternyata bisa membuat anak-anak sekolah mengalami kelelahan fisik, mental, dan emosional (burnout).
Kondisi ini, bila dibiarkan, dapat berkembang menjadi burnout akademik — masalah serius yang kini mulai banyak dialami pelajar di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dikutip suarasmr.news dari Hindustan Times, Minggu (19/10/2025), Psikolog Klinis dari Lissun, Meghna Kanwat, mengingatkan bahwa peran orang tua sangat penting dalam membantu anak melewati tekanan sekolah.
Ia menekankan pentingnya membangun dukungan emosional dan ekspektasi yang realistis terhadap prestasi anak.
“Terlalu mendorong anak untuk selalu sempurna justru meningkatkan kecemasan dan menekan rasa percaya diri mereka,” ujar Meghna.
Menurutnya, stres yang dialami orang tua juga berpotensi “menular” kepada anak. Karena itu, ia menyarankan agar orang tua lebih dulu mengelola stres pribadi, sebelum membantu anak menghadapi tekanan belajar.
“Anak-anak butuh orang tua yang hadir dengan tenang, bukan dengan beban emosional yang menular,” katanya.
Meghna menegaskan pentingnya hubungan emosional yang kuat antara orang tua dan anak. Komunikasi terbuka, mendengarkan tanpa menghakimi, dan menunjukkan empati disebut dapat menjadi penyangga alami terhadap stres.
“Ketika anak merasa aman untuk didengarkan, mereka lebih mampu mengelola emosinya. Empati membantu memvalidasi pengalaman mereka,” jelasnya.
Ia juga mengimbau orang tua untuk mengenali tanda-tanda kelelahan anak, seperti munculnya sinisme terhadap sekolah, penurunan nilai, atau menarik diri dari aktivitas sosial.
Untuk anak usia sekolah dasar, Meghna menyarankan agar orang tua menciptakan rutinitas yang seimbang antara belajar, bermain bebas tanpa struktur, dan waktu istirahat.
“Anak-anak perlu waktu untuk mengeksplorasi, bersenang-senang, dan mengisi ulang energi. Jangan terlalu cepat menumpuk tanggung jawab akademik,” ujarnya.
Sementara untuk anak sekolah menengah, ia menyarankan pembiasaan keterampilan pengaturan diri, seperti latihan pernapasan dalam, refleksi nilai, dan manajemen waktu.
Orang tua juga disarankan menjalin komunikasi erat dengan pihak sekolah, serta menjadwalkan hari tanpa kegiatan akademik agar anak bisa benar-benar beristirahat.
Meghna menutup dengan pesan lembut namun tegas: “Anak-anak tidak butuh orang tua yang sempurna. Mereka butuh orang tua yang hadir, memahami, dan memberi ruang untuk tumbuh.” ujarnya. (red/hil)













