SUARASMR.NEWS – Inovasi bahan bakar BOBIBOS kembali mencuri perhatian publik. Di tengah perdebatan soal kedaulatan energi dan ketergantungan Indonesia pada impor, muncul harapan baru dari tempat yang tak terduga: jerami di sawah rakyat.
Limbah yang selama ini dibiarkan membusuk atau dibakar percuma, mendadak berubah menjadi simbol masa depan energi nasional.
Namun di balik euforia itu, muncul suara penyeimbang dari seorang tokoh nasional yang dikenal tegas soal integritas ilmu pengetahuan, Ir. R. Haidar Alwi, MT, Pendiri Haidar Alwi Care, Haidar Alwi Institute, dan Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB.
Menurut Haidar Alwi, BOBIBOS merupakan inovasi itu semangat bangsa, tapi harus diuji dengan disiplin,bukan sekadar produk teknologi ia adalah cermin karakter bangsa.
“Sebuah inovasi yang lahir dari kreativitas anak negeri, namun juga menjadi ujian kedewasaan dalam berpikir ilmiah. Bangsa ini boleh bersemangat, tapi jangan tergesa-gesa. Energi sejati tidak dihasilkan dari euforia, melainkan dari disiplin dan kejujuran dalam meneliti,” ujarnya.
Sebagai alumnus Teknik Elektro ITB, Haidar melihat BOBIBOS sebagai simbol dari dua wajah Indonesia: keberanian bermimpi dan tantangan untuk membuktikan mimpi itu lewat ilmu pengetahuan.
BOBIBOS atau Bahan Bakar Original Buatan Indonesia, Bos!, disebut-sebut merupakan hasil riset selama satu dekade. Bahan bakarnya dibuat dari limbah jerami, dengan klaim spektakuler: RON 98 dan emisi nyaris nol.
Masyarakat memujinya sebagai langkah menuju kemandirian energi. Namun ilmuwan mengingatkan: “Sudahkah diuji? Jerami memang simbol kearifan lokal, tapi energi tunduk pada hukum termodinamika, bukan hanya harapan.” kata Haidar.
Haidar Alwi menekankan bahwa pemerintah melalui Kementerian ESDM memang mewajibkan bahan bakar baru menjalani uji selama minimal delapan bulan. Proses panjang ini bukan hambatan, melainkan penjaga keselamatan publik dan kredibilitas ilmu.
“Ilmu yang benar tidak menolak waktu. Delapan bulan pengujian adalah alat Tuhan untuk memisahkan niat baik dari hasil yang benar,” tegasnya.
Haidar juga menjelaskan bahwa proses validasi bahan bakar mencakup:
- Pengujian fisiko-kimia: stabilitas oksidasi, sulfur, titik nyala
- Uji mesin: efisiensi, keamanan pembakaran
- Uji emisi: dampak terhadap lingkungan
- Sertifikasi oleh lembaga resmi: Lemigas, BSN
“Setiap tetes bahan bakar adalah amanah. Ia akan menyentuh tanah, air, udara, dan paru-paru anak-anak bangsa,” ujarnya.
Bagi Haidar, inovasi energi tidak cukup hanya dengan klaim dan video viral. Mesin tidak tunduk pada slogan hanya pada perhitungan yang tepat. Energi tidak mengenal retorika. Mesin tidak tunduk pada janji, tapi pada presisi.
Karena itu, ia menegaskan bahwa BOBIBOS berpotensi menjadi terobosan besar jika semua tahapan ilmiah ditempuh dengan jujur. Kedaulatan Energi harus dibangun, bukan dirayakan sebelum waktunya.
Haidar mengingatkan bahwa bangsa ini memang sangat menginginkan kemandirian energi, namun semangat itu harus berjalan berdampingan dengan integritas.
“Kedaulatan tidak lahir dari keyakinan yang terburu-buru, melainkan dari keberanian menguji dan kerendahan hati untuk belajar.”
Ia menegaskan bahwa inovasi yang tidak takut diuji adalah inovasi yang siap menjadi kebanggaan nasional. Bahkan ia menyebut laboratorium sebagai ruang di mana bangsa bisa jujur tanpa pengaruh politik.
“Jika Indonesia menghormati ilmu seperti menghormati kekuasaan, energi kita tidak akan pernah habis.” ujarnya.
Menurutnya, sinergi antara negara, ilmuwan, dan masyarakat adalah kunci menuju masa depan energi yang mandiri. Bahan bakunya bukan jerami, tapi kejujuran.
Di akhir pernyataannya, Haidar Alwi memberikan pesan kuat: “Kedaulatan energi tidak bisa dibeli, tapi bisa dibangun. Dan bahan bakunya bukan jerami, bukan minyak, bukan batu bara, melainkan kejujuran.” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa ilmuwan harus menjaga data, pemerintah menjaga regulasi, dan rakyat menjaga kepercayaan. “Di antara ketiganya, di situlah masa depan Indonesia mandiri energi.” pungkasnya. (red/SHE)
