SUARASMR.NEWS – Direktur Hukum CIC Indonesia, Erles Rereral, SH., MH., kembali melontarkan kritik tajam terhadap maraknya praktik politik dinasti yang dinilainya semakin mencederai prinsip demokrasi di Indonesia.
Ia menegaskan perlunya aturan yang lebih ketat agar tidak ada lagi pasangan suami-istri, bahkan satu keluarga, yang secara bersamaan maju sebagai calon legislatif maupun menduduki jabatan publik.
“Bagaimana mungkin dalam satu rumah tangga saja, suami dan istri, atau suami dan anak, bisa mengaku mewakili aspirasi rakyat? Ini jelas mencederai demokrasi!” tegas Erles dalam keterangan tertulis, Jumat (12/9/2025).
Erles mencontohkan fenomena politik dinasti yang terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari DPR RI, DPRD provinsi, hingga DPRD kabupaten/kota, di mana suami-istri atau anak-anak maju dalam perebutan kursi legislatif di daerah pemilihan yang sama.
Menurutnya, praktik ini bukan hanya mengerdilkan demokrasi, tetapi juga membuka jalan bagi segelintir keluarga untuk menguasai kekuasaan.
Tak hanya di legislatif, ia juga menyoroti fenomena serupa di ranah eksekutif. Erles menilai tidak pantas bila seorang gubernur, bupati, atau wali kota “menyerahkan tongkat estafet” kekuasaan kepada pasangan atau anggota keluarganya.
“Ini harus kita singkirkan, harus kita hapus, harus kita tiadakan! Indonesia ini bangsa besar, penuh orang pintar dan berintegritas. Jangan seolah-olah kursi rakyat hanya milik keluarga tertentu,” tegas Erles yang juga seorang pengacara.
Ia bahkan mendesak pemerintah untuk menghapus uang pensiun DPR yang dinilai membebani rakyat, menyebut kebijakan itu sebagai “omong kosong yang tak perlu”.
Menurut Erles, politik dinasti bukan hanya membunuh regenerasi kepemimpinan, tetapi juga mengkhianati cita-cita demokrasi dan menutup kesempatan bagi rakyat luas yang memiliki kapasitas.
Menutup pernyataannya, Erles yang juga berprofesi sebagai pengacara ini melontarkan sindiran keras terhadap pemangku kekuasaan.
“Rakyat butuh wakil sejati, bukan pasangan suami-istri yang bersekongkol dalam satu atap lalu menguasai kursi kekuasaan. Demokrasi bukan milik keluarga, tapi milik seluruh bangsa,” pungkasnya. (red/akha)












