SUARASMR.NEWS – Kasus seorang guru Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) di Demak, Jawa Tengah, Ahmad Zuhdi, yang dituntut oleh wali murid membayar ganti rugi hingga Rp 25 juta karena dianggap menampar siswa, memicu keprihatinan luas.
Sorotan tajam pun datang dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, dan Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar.
“Saya kira pelajaran penting dari kasus ini adalah, mari kita sebagai orang tua lebih menghargai guru. Kita titipkan anak-anak kita untuk dididik, tapi sering lupa memberi apresiasi,” tegas Gus Yahya dalam pernyataannya di Jakarta, Senin (21/7/2025).
Menurutnya, fenomena rendahnya penghargaan terhadap guru terutama guru MDT masih banyak terjadi di masyarakat. Padahal, para guru diniyah kerap mengajar dalam kondisi fasilitas minim dan honor yang jauh dari layak.
“Guru-guru MDT ini banyak yang mengabdi tanpa imbalan besar. Tapi mereka terus mengajar demi membentuk akhlak anak-anak kita,” tambahnya.
Meski demikian, Gus Yahya juga mengingatkan para guru untuk tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik.
“Kembangkan terus kecakapan dalam mengajar, hindari tindakan yang bisa dianggap sebagai kekerasan atau perundungan,” pesannya.
Kronologi kejadian bermula ketika Ahmad Zuhdi menegur murid yang melempar sandal hingga mengenai pecinya. Merasa perlu memberi pelajaran, ia menampar ringan siswa tersebut.
“Itu tamparan mendidik. Saya sudah 30 tahun mengajar, tidak pernah ada yang sampai luka atau trauma,” ujarnya.
Namun, wali murid tak menerima perlakuan tersebut dan menuntut ganti rugi sebesar Rp 25 juta. Setelah mediasi, jumlahnya diturunkan menjadi Rp 12,5 juta.
Sementara itu, Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, turut menyatakan keprihatinannya dan menegaskan bahwa para ustaz dan ustazah di MDT harus mendapat perlindungan serta perhatian negara.
“Jangan sampai kita menzalimi mereka. Mereka ini mungkin tidak terkenal di bumi, tapi artis di langit,” ucap Menag.
Ia berjanji akan meningkatkan kesejahteraan guru MDT yang kini mendidik lebih dari 3,2 juta santri di 107 ribu lebih lokasi di seluruh Indonesia. (red/ria)