SUARASMR.NEWS – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan para orang tua agar waspada terhadap kekurangan zat besi pada anak. Kondisi ini tidak hanya menyebabkan anemia, tetapi juga bisa menurunkan IQ serta menghambat tumbuh kembang anak.
“Ini sebetulnya suatu kondisi yang bisa dicegah. Namun apabila tidak ditangani dengan baik, dampaknya bisa sangat merugikan anak di masa depan,” ujar Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, dalam diskusi daring di Jakarta.
Menurut Piprim, kecukupan zat besi sangat bergantung pada pola makan anak. Ia menekankan pentingnya konsumsi protein hewani sebagai sumber zat besi, misalnya hati ayam yang murah dan mudah didapat. “Tidak perlu cari bahan makanan mahal, bahan lokal pun sudah cukup,” tegasnya.
Jika anak sudah mengalami kekurangan zat besi, maka diperlukan suplemen zat besi dengan terapi yang bisa berlangsung dua hingga enam bulan. Sayangnya, banyak orang tua berhenti di tengah jalan karena merasa bosan. Padahal, kepatuhan terapi sangat menentukan keberhasilan pemulihan.
Piprim juga menekankan perlunya kolaborasi orang tua, dokter anak, dan media untuk mencegah anemia defisiensi besi (ADB). Pasalnya, kasus ADB masih tinggi dan berpotensi menghambat tercapainya Generasi Emas 2045.
Hal senada disampaikan Anggota UKK Hematologi Onkologi IDAI, Prof. Harapan Parlindungan Ringoringo. Ia menyebut, bayi berusia 0–12 bulan adalah kelompok paling rentan. “Usia ini sangat krusial, karena kekurangan zat besi bisa berdampak jangka panjang,” jelasnya.
Berdasarkan data, prevalensi anemia pada anak usia 6–59 bulan secara global pada 2019 mencapai 39,8 persen. Di Indonesia sendiri, angkanya tidak jauh berbeda yakni 38,5 persen, mayoritas disebabkan ADB.
Jika terlambat ditangani, anak dengan ADB berisiko mengalami gangguan perkembangan motorik, penurunan kemampuan kognitif, gangguan perilaku, pendengaran, penglihatan, hingga kerusakan mielin saraf yang bersifat permanen. (red/ria)













