SUARASMR.NEWS – Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) resmi mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 8 dan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Langkah ini ditempuh karena Iwakum menilai pasal tersebut tidak memberikan kepastian hukum dan justru membuka celah kriminalisasi terhadap wartawan.
Kuasa Hukum Iwakum, Viktor Santoso Tandiasa, menilai rumusan norma perlindungan hukum dalam Pasal 8 masih terlalu multitafsir.
Ia menegaskan tidak dijelaskan secara tegas bentuk perlindungan seperti apa yang diberikan pemerintah maupun masyarakat kepada wartawan.
“Ketidakjelasan ini bisa menjerat wartawan lewat gugatan perdata atau bahkan kriminalisasi atas karya jurnalistiknya,” ujar Viktor dalam keterangannya, Selasa (19/8).
Dalam permohonannya, Iwakum meminta MK menegaskan dua hal penting:
- Wartawan tidak dapat dijerat tindakan kepolisian atau gugatan perdata selama menjalankan tugas sesuai kode etik pers.
- Pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, maupun penahanan wartawan hanya bisa dilakukan setelah ada izin resmi dari Dewan Pers.
Ketua Umum Iwakum, Irfan Kamil, menegaskan bahwa langkah ini adalah perjuangan untuk menegakkan kemerdekaan sejati pers di Indonesia.
“Kemerdekaan pers bukan sekadar jargon, tapi harus benar-benar dijamin secara hukum. Wartawan tidak boleh lagi bekerja di bawah bayang-bayang ancaman kriminalisasi,” tegas Irfan.
Senada, Sekjen Iwakum Ponco Sulaksono menambahkan, wartawan berhak atas perlindungan hukum yang jelas, setara dengan profesi lainnya.
“Profesi wartawan juga seharusnya mendapat payung hukum yang tegas dan tidak multitafsir,” ujarnya. (red/ria)












