SUARASMR.NEWS – Setiap tulisan bukan hanya rangkaian huruf ia adalah jejak jiwa. Di balik setiap paragraf ada rasa, di balik setiap rasa ada energi, dan energi itu lahir dari kondisi batin penulisnya.
Itulah mengapa satu kalimat bisa menghangatkan hati, sementara kalimat lain bisa membuat dada terasa sesak. Tulisan adalah getaran batin yang menjelma menjadi kata.
Ketika seseorang menulis dengan penuh cinta, kalimatnya terasa lembut. Ketika ia menulis dalam duka, paragrafnya membawa rasa sendu.
Dan ketika ia menulis dalam amarah, energi itu memancar kuat, kadang menyengat hingga ke pembacanya. Kita mungkin menganggap tulisan hanya teks, padahal ia adalah frekuensi yang menular.
Frekuensi Kata Ketika Penulis dan Pembaca Saling Terhubung: Jika seorang penulis menuangkan kebencian, dan pembacanya memiliki getaran emosi yang sama, keduanya seperti terhubung dalam satu gelombang.
Pembaca merasa cocok, merasa “sefrekuensi,” dan muncullah kenyamanan semu karena mereka saling menguatkan energi negatif satu sama lain.
Namun bila pembaca memiliki frekuensi yang berbeda lebih tenang, lebih damai, atau sedang tidak searah tulisan yang bernada keras justru melahirkan ketidaknyamanan.
Yang muncul bukan kesepahaman, melainkan penolakan, bahkan permusuhan.
Di sinilah tulisan menjadi bumerang: ia bisa menyatukan, tapi juga bisa memecah.
Media Sosial Ladang Kata, Ladang Energi: Di dunia per-Facebook-an dan per-WhatsApp-an, setiap orang bebas menulis apa saja. Namun kebebasan itu sekaligus mengandung risiko apa pun yang kita tulis akan kembali kepada diri kita.
Menulis kebaikan akan menguatkan energi positif dalam diri. Begitu juga sebaliknya menulis keburukan akan memupuk energi negatif yang perlahan merusak jiwa.
Ketika kita menebar ujaran kebencian, dan banyak orang mengiyakan atau membalas dengan kemarahan yang sama, energi negatif itu berkumpul menjadi satu.
Semakin banyak yang terlibat, semakin besar pula gelombang kebencian yang masuk ke dalam diri penulisnya. Tanpa disadari, kita pun menghirup polusi emosi dari tulisan-tulisan yang kita baca dan tulis sendiri.
Dampak pada Jiwa dan Tubuh Ketika Kata Membentuk Luka: Energi negatif yang terus menumpuk tak hanya mempengaruhi suasana hati. Ia dapat merusak kesehatan fisik kita.
Kemarahan yang dipendam, kebencian yang terus dipelihara, atau komentar keras yang dibaca setiap hari dapat memicu gangguan jantung, masalah lambung, stres yang sulit dijinakkan.
Secara psikologis, kita menjadi mudah marah tanpa sebab, gelisah, tersinggung, dan sering salah paham pada perkataan orang lain. Kebencian yang disimpan adalah racun perlahan.
Mengelola Emosi Cara Membersihkan Energi Negatif: Bagaimana cara melepaskan emosi negatif itu? Bukan dengan melampiaskannya pada orang lain, bukan dengan menambah amarah.
Tetapi dengan menyalurkannya ke kegiatan positif: menulis hal-hal yang baik, memperbanyak syukur, melakukan aktivitas yang menyejukkan, atau sekadar berhenti sejenak dari hiruk pikuk media sosial.
Kita harus menjaga jiwa dan fisik kita tetap bersih dari polusi kebencian. Sebab setiap kata yang kita tulis adalah doa, dan setiap rasa yang kita sebarkan akan kembali ke dalam hati kita sendiri.
Akhir Kata Semoga Energi Baik Sampai kepada Anda: Ingatlah setiap tulisan mengandung rasa, dan rasa itu akan sampai kepada hati pembacanya.
Jika tulisan ini hadir di hadapan Anda, semoga ia menjadi energi yang menenangkan, membuka ruang kedamaian dalam diri, dan mengantarkan Anda pada kebahagiaan yang lebih luas. (red/akha)












