“Megatruh” Ketika Cinta Diam-diam Melawan Penggusuran

oleh -626 Dilihat
banner 468x60

SUARASMR.NEWS – Malam itu, dua sosok renta berdiri di atas panggung. Yang satu mewakili warga adat yang terusir dari tanah leluhurnya mereka.

Yang lain, representasi kekuasaan yang menggusur tanpa berkedip. Tak ada saling sapa. Hanya luka, dendam, dan keheningan panjang yang menggantung di udara.

banner 719x1003

Namun di balik segala diam dan dendam itu, ada rahasia yang mereka tak tahu: anak-anak mereka saling mencintai. Cinta yang tumbuh diam-diam, melawan segala kebencian yang diwariskan.

Dari benih cinta itulah, teater “Megatruh” hadir membisikkan satu pesan sederhana, tapi luar biasa kuat: damai hanya akan lahir dari cinta, bukan dari amarah.

Pementasan oleh Teater Legion 28 Tasikmalaya ini mengguncang panggung Festival Seni Bali Jani (FSBJ) ke-7, Sabtu malam (26/07/2025), di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali.

Penonton penuh sesak bukan hanya dari Bali, tapi juga dari berbagai kota hingga mancanegara datang untuk menyaksikan pertunjukan yang belakangan jadi buah bibir.

Di balik keindahan visual dan olah panggung yang nyaris sempurna, naskah dan penyutradaraan Bode Riswandi menyajikan kritik sosial yang menggigit namun disampaikan dengan kelembutan.

banner 484x341

“Megatruh” menjadi elegi bagi mereka yang tanahnya dilucuti atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN), yang kerap kali datang tanpa permisi, tanpa empati.

“Alam dibabat atas nama pembangunan. Tapi di sana ada manusia, ada sejarah, ada cinta, ada kehidupan yang seharusnya didengar,” ujar Bode lirih.

Salah satu simbol paling menggugah adalah sosok patung hidup di atas panggung tanpa telinga. Tegak. Membisu. Tak mendengar apa-apa.

“Itulah bangsa ini. Lupa mendengar. Padahal suara rakyat tak harus diteriakkan. Cukup didengar,” tambah Bode.

Lebih dari sekadar pertunjukan, Megatruh adalah perlawanan yang puitis. Seluruh unsur teater olah tubuh, vokal, properti, hingga interaksi panggung dieksekusi dengan presisi oleh 42 anggota Teater Legion 28.

Baca Juga :  Refleksi Perjalanan Hidup Sebagai Anak Pertama dalam Keluarga

Mereka datang dari Tasikmalaya dengan satu tujuan: menyuarakan jeritan yang sering dibungkam tanpa perlu teriak, tanpa perlu marah.

Penampilan kali ini bahkan melampaui pencapaian mereka di FSBJ 2023, saat keluar sebagai Juara I kategori Lautan Bernyanyi. Tahun ini, mereka tampil lebih matang, lebih emosional, dan jauh lebih menyentuh.

“Megatruh adalah suara hati orang-orang yang tanahnya digusur, sejarahnya dihapus, dan harapannya dibungkam. Tapi cinta masih ada. Dan cinta bisa menyelamatkan semuanya,” pungkas Bode. (red/nil)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *