Memahami Pewaris, Ahli Waris, dan Harta Warisan dalam Perspektif Fiqih Islam

oleh -427 Dilihat
banner 468x60

SUARASMR.NEWS – Dalam kehidupan sehari-hari, istilah pewaris,ahli waris, dan harta warisan sering kali menjadi bahan perbincangan di kalangan keluarga.

Namun, pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep ini, terutama dalam perspektif fiqih Islam, menjadi hal penting yang perlu dipahami oleh umat Muslim.

banner 719x1003

Hal ini sejalan dengan penjelasan yang diberikan oleh Ustaz Achmad Syarifuddin, seorang dai dari Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) di Surabaya, dalam kajian Mutiara Pagi Pro1 RRI Surabaya pada tanggal 8 Juli 2025.

Menurut Ustaz Achmad Syarifuddin, dalam hukum Islam, pewaris adalah orang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan harta.

Sementara itu, ahli waris adalah orang yang memiliki hubungan darah atau pernikahan dengan pewaris, yang berhak menerima harta tersebut sesuai ketentuan syariat.

Warisan dianggap sebagai harta yang halal dan memiliki legalitas yang sah, murni milik pewaris. Harta tersebut harus jelas asal-usulnya dan tidak boleh tercampur dengan harta haram atau milik orang lain yang diterima oleh ahli waris dari pewaris.

Namun, tidak semua harta yang diterima setelah seseorang meninggal bisa langsung dikategorikan sebagai warisan. Misalnya, uang klaim asuransi atau santunan kematian.

banner 484x341

Dalam fiqih Islam, itu termasuk hibah atau pemberian, bukan bagian dari harta waris. Uang asuransi atau santunan bukanlah harta waris karena itu bukan milik pewaris

“Uang asuransi atau santunan bukan harta waris karena itu bukan milik pewaris secara langsung, melainkan pemberian pihak ketiga. Maka penggunaannya juga tidak otomatis dibagi menurut hukum faraid, melainkan sesuai ketentuan pemberi,” katanya.

Ustaz Syarifuddin menekankan pentingnya mempelajari ilmu faraid (ilmu pembagian warisan) agar umat Muslim tidak keliru dalam menjalankan ketentuan agama. Ia mengingatkan bahwa pembagian warisan yang salah seringkali menjadi pemicu konflik keluarga.

Baca Juga :  Kolaborasi AHBI dan Perjakin: Membangun Profesionalisme di Bidang Perpajakan

Belajar faraid merupakan fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang jika dilakukan oleh sebagian orang, maka orang lain terbebas dari kewajiban tersebut. Namun bila tidak ada satupun yang mempelajarinya, maka semua orang berdosa.

“Jangan menunda urusan warisan. Banyak keluarga retak karena pembagian yang tidak sesuai syariat. Maka, belajar faraid itu fardhu kifayah, agar tidak terjadi zalim kepada ahli waris yang seharusnya mendapat haknya,” katanya.

Sebagai penguat, Ustad Syarifuddin menutup kajian dengan mengutip firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 7:

“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi perempuan pun ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam telah menetapkan sistem warisan secara adil dan proporsional bagi setiap ahli waris, tanpa membedakan jenis kelamin atau status sosial

Dengan memahami konsep pewaris, ahli waris, dan harta warisan dalam perspektif fiqih Islam, diharapkan umat Muslim dapat menjaga keadilan dan menghindari konflik keluarga, khususnya dalam hal pembagian harta warisan.

Sehingga, setiap ahli waris dapat menerima bagian yang adil sesuai dengan ketentuan syariat, dan tidak terjadi kesalahpahaman atau perselisihan di antara anggota keluarga. Dengan begitu, mereka dapat menjalankan hukum Islam dengan benar dan menjaga keharmonisan dalam keluarga. (red/akha)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *