Mitos Makhluk di Lereng Merapi, Gunung Penyeimbang Pulau Jawa

oleh -730 Dilihat
banner 468x60

SUARASMR.NEWS – Gunung Merapi, dengan ketinggian 2.968 mdpl, adalah salah satu gunung berapi yang paling dikenal di Indonesia. Terletak di perbatasan antara Yogyakarta dan Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Gunung Merapi ini tidak hanya terkenal karena aktivitasnya yang tinggi tetapi juga karena mitos-mitos yang telah turun-temurun dipercaya oleh masyarakat sekitar.

banner 719x1003

Sejak zaman dahulu, Gunung Merapi telah menjadi bagian dari sejarah dan kehidupan masyarakat setempat. Mitos mengenai gunung ini mencakup berbagai aspek, mulai dari asal-usulnya hingga cerita-cerita mistis yang berkembang di kalangan penduduk.

Di antara kisah-kisah mistis yang mengelilingi Gunung Merapi, terdapat cerita tentang makhluk halus yang tak hanya ditemui dalam karya sastra atau fiksi.

Kepercayaan masyarakat terhadap makhluk halus ini juga tercatat dalam beberapa karya hasil penelitian ilmiah, salah satunya dalam buku “Manusia Jawa dan Gunung Merapi, Persepsi dan Kepercayaannya” karya Lucas Sasongko Triyoga.

Buku ini membahas kebudayaan Jawa di lereng Gunung Merapi, khususnya hasil kajian antropologi terhadap masyarakat di tiga desa teratas gunung tersebut. Penelitian lapangan dilakukan pada September 1984 sampai Mei 1985.

Tiga desa tertinggi di lereng Merapi yang menjadi lokasi penelitian itu disamarkan dengan nama Kawastu, Korijaya, dan Wukirsari. Dua desa pertama terletak di lereng selatan atau wilayah Kabupaten Sleman, DIY, sedangkan desa ketiga berada di lereng utara atau wilayah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

banner 484x341

Dalam buku tersebut diceritakan terdapat tiga jenis makhluk halus yang mendiami Gunung Merapi yang merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia ini.

Pertama, ada leluhur, yaitu roh semua orang yang telah meninggal. Roh yang baik semasa hidupnya akan menetap di Kraton Merapi dan menjaga keselamatan hidup anak cucunya.

Baca Juga :  Menyelami Makna Satu Suro, Malam Sakral Masyarakat Jawa

Sebaliknya, roh yang semasa hidupnya banyak berbuat jahat, dipercaya akan melayang tanpa tujuan dan menempati batu, pohon, sungai, serta tempat-tempat lainnya. Roh semacam ini digolongkan sebagai lelembut yang jahat.

Kedua, ada dhanhyang, yaitu makhluk halus yang menempati dan menguasai tempat-tempat tertentu seperti jurang, sungai, mata air, desa, bukit, dan lain-lain. Makhluk halus ini dipercaya bersifat baik, suka menolong, dan bersahabat dengan manusia.

Dhanhyang diyakini bukan dari roh manusia. Ada dua versi tentang asal-usulnya. Pertama, Dhanhyang berasal dari jin yang mengakui adanya Tuhan atau jin ngiman (beriman). Kedua, Dhanhyang berasal dari wahyu anugerah Tuhan sejak dunia diciptakan.

Ketiga, lelembut, nama lelembut adalah makhluk halus yang terendah derajatnya. Seperti Dhanhyang, asal-usul lelembut juga terdiri dari dua versi.

Pertama, lelembut sudah ada sejak dunia diciptakan. Versi Kedua, lelembut berasal dari roh manusia jahat. Lelembut dipercaya suka mengganggu manusia. Tingkat risiko gangguannya berbeda-beda.

Lelembut sering medeni (menakuti) dengan menampakkan diri atau membuat suara yang menakutkan sehingga disebut memedi. Sering pula lelembut disebut lelembut bekasakan, gentayangan, karena menempati apa saja seperti batu, kayu, dan sebagainya.

Jenis lelembut yang dikenal penduduk lereng utara dan selatan Gunung Merapi dalam buku ini ada sepuluh, yaitu Banaspati, Jin, Wewe, Gendruwo, Peri, Jrangkong, Wedon, Buta (Buto), Thethekan, dan Gundhul Pringis.

Mereka sering kali dianggap sebagai penjaga atau pelindung bagi masyarakat setempat.
Kisah-kisah tentang makhluk halus ini tidak hanya menjadi bagian dari tradisi lisan, tetapi juga tertanam dalam kepercayaan masyarakat yang hidup berdampingan dengan alam dan leluhur mereka.

Melalui penelitian dan dokumentasi dalam buku “Manusia Jawa dan Gunung Merapi, Persepsi dan Kepercayaannya,” kita dapat memahami bagaimana kepercayaan terhadap makhluk halus ini masih kuat di hati masyarakat Jawa, khususnya di sekitar Gunung Merapi.

Baca Juga :  Pesona Beksan Janaka-Suprabawati, Merayakan Kelahiran Sr Sultan HB X di Keraton Yogyakarta

Asal-usul Gunung Merapi dipercaya dibuat untuk menyeimbangkan gunung-gunung yang ada di Jawa Barat, karena Pulau Jawa dipercaya akan miring ke barat dan tenggelam sebagian. Pembuatan Gunung Merapi dilakukan dengan memindahkan suatu gunung ke tengah Pulau Jawa.

Gunung yang dipindahkan bernama Gunung Jamurdipa. Gunung tersebut dihuni oleh dua empu pembuat keris yaitu Empu Permadi dan Empu Rama. Para empu mengizinkan gunung tersebut dipindahkan para dewa jika keris yang dibuatnya di atas gunung sudah selesai.

Namun para dewa tidak sabar sehingga saat keris baru setengah jadi, gunung beserta keris dipindahkan oleh para dewa ke tengah-tengah Pulau Jawa.

Sehingga tungku perapian si empu sampai sekarang menjadi kaldera yang mengeluarkan api terus-menerus dan jika kerisnya bergoyang maka akan terjadi erupsi.

Karena tungku yang terus-menerus mengeluarkan api dan selalu mengeluarkan lahar api, maka gunung tersebut disebut sebagai Gunung Merapi. (red/akha)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *