SUARASMR.NEWS – Influencer dan affiliate marketer di media sosial kini semakin menjadi sorotan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Pemerintah, melalui strategi baru penggalian potensi penerimaan pajak, memanfaatkan dunia maya untuk memastikan setiap penghasilan tercatat dan dikenai pajak sesuai aturan.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkap, strategi ini dilakukan dengan pengawasan khusus terhadap aktivitas para pelaku ekonomi digital.
Direktur P2Humas DJP, Rosmauli, menjelaskan bahwa pengawasan influencer dan affiliate marketer sebenarnya sudah lama dilakukan, namun kini semakin diperluas sesuai platform yang digunakan.
“Jika ada perbedaan antara yang dipamerkan di media sosial dengan laporan di SPT Tahunan, DJP akan mengirimkan Surat Imbauan atau SP2DK untuk meminta penjelasan,” kata Ros, dikutip suarasmr.news, Senin (4/8/2025).
Ros menegaskan, semua penghasilan—dari platform apa pun tetap menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh). Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2021.
Yaitu tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, tarif PPh berlaku mulai 5 persen untuk penghasilan hingga Rp60 juta per tahun, hingga 35 persen untuk penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun.
Di sisi lain, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, mengungkap bahwa DJP sudah menggunakan teknologi crawling untuk memindai unggahan di media sosial.
“Kalau ada yang suka pamer mobil, meski mobilnya biasa saja, pasti diamati teman-teman pajak,” ujarnya sambil tersenyum.
Selain itu, Hestu Yoga juga menjelaskan, bahwa pengawasan transaksi endorsement di YouTube juga sudah berjalan.
Fenomena ini tak lepas dari maraknya masyarakat yang mencari nafkah sebagai influencer dan affiliate marketer di tengah ledakan tren belanja online.
DJP mengimbau para pelaku ekonomi digital untuk memahami hak dan kewajiban perpajakannya sebagai kontribusi nyata bagi pembangunan negara. (red/akha)













