SUARASMR.NEWS – Di balik layar gawai yang menyala berjam-jam setiap hari, tersembunyi ancaman serius bagi kesehatan mental dan fisik anak-anak.
Hal ini terungkap dalam penelitian Prof. Nanik Indahwati, Guru Besar Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK) Universitas Negeri Surabaya (Unesa), terhadap 355 siswa SMP berusia 12–15 tahun di Surabaya.
Temuan mengejutkan datang dari data penggunaan layar: rata-rata anak menghabiskan 5,9 jam per hari di depan layar, atau sekitar 41,3 jam dalam seminggu setara dengan durasi kerja penuh orang dewasa.
“Sebagian besar screen time terjadi di malam hari, mencapai 70,7%. Hanya 8,5% anak yang menggunakan gawai untuk belajar, sisanya untuk media sosial dan gim,” jelas Prof. Nanik, dikutip suarasmr.news, Senin (28/7/2025).
Tak sekadar angka, durasi ini berbanding lurus dengan lonjakan masalah kesehatan mental pada remaja. Anak-anak dilaporkan mengalami kecemasan, depresi, impulsivitas, serta kesulitan dalam konsentrasi dan pengambilan keputusan.
Lebih jauh, penggunaan gawai berlebihan juga berdampak pada pola makan dan tidur. Paparan cahaya biru layar terbukti menghambat produksi hormon melatonin, yang mengatur tidur.
Akibatnya, anak mengalami gangguan ritme sirkadian dan kualitas tidur yang buruk membuat stres semakin sulit diatasi.
“Bahkan struktur dan fungsi otak bisa terdampak. Bagian otak yang mengatur emosi dan logika terancam tidak berkembang optimal,” tambahnya.
Selain itu, gaya hidup pasif dan minim interaksi sosial memperparah situasi. Anak-anak kini lebih jarang bergerak dan berinteraksi langsung padahal keduanya penting untuk tumbuh kembang fisik dan psikososial mereka.
Prof. Nanik menekankan pentingnya batasan screen time sesuai rekomendasi kesehatan dunia, yakni maksimal 2 jam per hari untuk anak usia 5–17 tahun. Pendampingan orang tua dalam memilih konten edukatif dan sesuai usia juga sangat penting.
“Sekolah dan keluarga harus aktif mendorong aktivitas fisik dan interaksi nyata. Edukasi soal manfaat olahraga dan bahaya screen time harus ditingkatkan,” ujarnya.
Di era digital saat ini, tantangannya bukan hanya membatasi layar, tetapi juga menyeimbangkan teknologi dengan kesehatan anak.
Karena pada akhirnya, masa depan anak-anak bukan hanya ditentukan oleh apa yang mereka lihat di layar, tapi juga apa yang mereka alami di dunia nyata. (red/akha)