SUARASMR.NEWS – Sejarah Nusantara mencatat runtuhnya Kerajaan Singhasari (Singasari) pada tahun 1292 sebagai salah satu peristiwa besar yang mengubah jalannya kekuasaan di Jawa.
Serangan mendadak yang dilancarkan Jayakatwang dari Gelang-gelang berhasil menggulingkan Raja Kertanagara, raja terakhir Singhasari yang saat itu tengah disibukkan dengan ancaman ekspansi Mongol di bawah pimpinan Kubilai Khan.
Hal tersebut dijelaskan Suwardono, kerani rendahan bidang epigrafi dan filologi. Ironisnya, kejatuhan Singhasari bukan disebabkan oleh musuh asing, melainkan justru pengkhianatan dari dalam negeri.
Serangan Jayakatwang datang ketika sebagian besar pasukan Singhasari sedang dikerahkan keluar Jawa, sehingga istana dalam keadaan lemah.
“Raja Kertanagara sebenarnya punya visi besar untuk menyatukan Nusantara dan membendung ancaman Mongol. Namun serangan tak terduga dari Jayakatwang seorang raja bawahan yang ia percayai justru menjadi akhir dari Singhasari,” jelas Suwardono, di Malang, Kamis (2/10/2025).
Suwardono menegaskan, sejarah memang tidak pernah berulang secara persis, tetapi pola peristiwanya kerap menyerupai. Ia mencontohkan bagaimana Indonesia modern pun pernah menghadapi ancaman serupa.
Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 yang terjadi di tengah Agresi Militer Belanda, serta tragedi G30S/PKI tahun 1965 ketika Indonesia sedang terlibat konfrontasi dengan Malaysia.
“Kalau kita cermati, pola serangan dari dalam negeri justru muncul ketika bangsa sedang menghadapi tekanan dari luar. Itu sebabnya sejarah penting dipelajari, agar kita bisa lebih waspada dan mencegah peristiwa serupa terulang,” tegasnya.
Runtuhnya Singhasari menjadi pengingat bahwa ancaman terbesar tidak selalu datang dari musuh asing, melainkan bisa lahir dari pengkhianatan internal.
Pesan sejarah itu tetap relevan hingga kini, persatuan dan kewaspadaan bangsa harus dijaga, agar kejayaan tidak runtuh oleh serangan dari dalam. (red/akha)





 
											








 
										 
										 
										 
										