SUARASMR.NEWS – Pengamat hukum dan pembangunan Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho, mengirim sinyal keras kepada pemerintah: jangan sekali pun memberi celah bagi para obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk lolos dari kewajiban hukum mereka.
Ia menegaskan bahwa pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal kelanjutan penagihan utang BLBI merupakan bentuk komitmen negara yang harus dikawal dengan konsistensi penuh.
“BLBI itu kewajiban hukum, bukan urusan administratif yang bisa dinego. Negara wajib menjalankan mandat ini, apa pun mekanismenya,” tegas Hardjuno dalam keterangan tertulis diterima suarasmr.news, Senin (17/11/2025).
Menurut Hardjuno, pemerintah tak boleh goyah: hak tagih negara atas BLBI tidak pernah kedaluwarsa. Pernyataan Purbaya, katanya, harus dibaca sebagai tanda bahwa kewajiban obligor tetap utuh, meski instrumen penagihannya tengah dievaluasi.
Ia mengingatkan bahwa BLBI bukan sekadar persoalan piutang negara—melainkan uji terbesar ketegasan hukum ekonomi Indonesia sejak krisis 1998, yang selalu menjadi sorotan publik.
“Dari dulu masyarakat menunggu: apakah negara sungguh-sungguh? Kalau pemerintah bilang penagihan jalan terus, maka harus ada langkah nyata, terukur, dan tidak setengah hati,” ujarnya.
Hardjuno memperingatkan bahwa pemerintah harus menghindari ruang abu-abu yang memicu multitafsir. Setiap langkah harus memperkuat legitimasi hukum dan menunjukkan bahwa negara tidak tunduk pada tekanan elite mana pun.
“Ini bukan sekadar soal nominal utang. Ini soal apakah negara mampu menegakkan hukum secara setara, tanpa pandang bulu,” katanya menambahkan.
Karena itu, ia menuntut pemerintah melakukan komunikasi publik yang jelas, transparan, dan tegas, agar tidak muncul spekulasi bahwa negara ragu menagih para obligor.
Usulan Mengejutkan: Moratorium Bunga Rekap BLBI. Dalam pernyataannya, Hardjuno melontarkan usulan berani: pemerintah sebaiknya mempertimbangkan moratorium pembayaran bunga obligasi rekap BLBI.
Ia menilai pembayaran bunga yang terus bergulir sementara kewajiban obligor belum diselesaikan adalah ironi fiskal yang merugikan negara.
Menurutnya, Purbaya dikenal sebagai figur yang berani mengambil keputusan non-populis. Karena itu, momen tegas soal BLBI harus dimanfaatkan untuk merumuskan kebijakan fundamental.
“Ini momentum emas. Moratorium bunga bukan hanya teknis, tapi pesan keras bahwa negara tidak mau terus membayar beban masa lalu sementara obligor masih lalai,” tegasnya.
Satgas BLBI Diambang Bubar, Tapi Penagihan Tetap Ngebut: Sebelumnya, Menkeu Purbaya mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan pembubaran Satgas BLBI karena kinerjanya dinilai minim dan tak sebanding dengan ekspektasi publik.
“Itu masih pertimbangan. Kalau nggak ada (Satgas), kita bisa kerja sendiri. Ada nama Satgas tapi bikin ribut, hasilnya minimal. Tapi saya pelajari dulu,” kata Purbaya dalam taklimat media di Kemenkeu, Jumat (14/11).
Namun ia menegaskan, pembubaran Satgas tidak akan menghentikan perburuan kewajiban para obligor. Pemerintah tetap akan melanjutkan penagihan dengan mekanisme internal yang lebih efektif.
Dengan sorotan publik kembali menguat, BLBI sekali lagi berdiri di persimpangan sejarah:
apakah negara menunjukkan taringnya—atau kembali membiarkan kabut masa lalu menutupi keadilan? (red/akha)












