SUARASMR.NEWS – Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), telah menetapkan proyeksi penerimaan pajak tahun 2025 yang mencapai sekitar 95 persen dari target yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa proyeksi ini mempertimbangkan berbagai faktor strategis, termasuk peningkatan kemampuan administrasi perpajakan dan efisiensi dalam proses pemungutan.
Diperkirakan, penerimaan pajak hanya akan mampu mencapai Rp2.076,9 triliun, atau sekitar 94,9 persen dari target APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun. Hal ini menunjukkan potensi shortfall penerimaan pajak pada tahun depan sebesar Rp112,4 triliun.
Namun, secara keseluruhan, outlook penerimaan negara diproyeksikan mencapai Rp2.865,5 triliun, atau 95,4 persen dari target total penerimaan dalam APBN sebesar Rp3.005,1 triliun.
Salah satu landasan utama dari proyeksi ini adalah mulai membaiknya sistem Coretax. Menurut Bimo, proyeksi tersebut diambil untuk menjaga keseimbangan antara belanja dan penerimaan, sehingga target defisit dapat tetap terjaga.
Landasannya memang, kemampuan administrasi kita mulai meningkat, beberapa quick win sudah mulai bekerja, efisiensi pemungutan juga sudah terjadi, dan Coretax mulai membaik,” ujar Bimo dikutip suarasmr.news, Kamis (3/7/2025).
Bimo juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap restitusi pajak, khususnya terkait restitusi lebih bayar, pendahuluan, dan rutin, serta yang berkaitan dengan penegakan hukum.
“Kami akan perkuat pengawasan terhadap HPP [harga pokok penjualan], memastikan bahwa komponen COGS [Cost of Goods Sold] yang diklaim benar-benar bisa diakui sebagai pajak masukan. Di sini kami terapkan quality control dan ada audit sampling,” jelasnya.
Bimo menjelaskan bahwa pihaknya tengah menerapkan sistem pengendalian internal secara lebih ketat dengan tetap menjaga keseimbangan antara kepatuhan perpajakan dan kemudahan berusaha.
Ia menegaskan bahwa pendekatan yang digunakan tetap berdasarkan regulasi yang berlaku, namun dilakukan secara bijaksana agar tetap mendukung iklim usaha.
“Jadi sifatnya memang kita coba sesuai dengan undang-undang. Kita manage lebih wise, tapi tetap mempertimbangkan kemudahan bagi bisnis,” tegas Bimo.
Dalam konteks sektor batu bara, yang saat ini mengalami fluktuasi harga cukup tajam, Bimo mengakui bahwa pihaknya telah mengusulkan beberapa langkah alternatif untuk mengantisipasi dampak terhadap penerimaan negara.
“Kalau yang konteks batu bara memang karena volatilitas harga kita sudah usulkan beberapa alternative measures. Nanti kalau emang sudah jadi alternative measures-nya nanti saya kasih tau ke teman-teman,” pungkasnya.
Dengan demikian, meskipun ada tantangan dalam mencapai target penerimaan pajak penuh, ada harapan bahwa peningkatan dalam sistem perpajakan dan efisiensi proses pemungutan akan membantu menjaga keseimbangan anggaran negara.
Proyeksi ini juga menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa penerimaan pajak tetap dapat mendukung kebutuhan belanja negara, meskipun dengan target yang sedikit lebih rendah dari yang diharapkan.(red/akha)