SUARASMR.NEWS – Memang sampai detik ini belum ada kepastian tanggal resmi, kapan gelar Soeharto akan diberikan sebagai Pahlawan Nasional. Namun usulan untuk Soeharto sudah diajukan kembali pada tahun ini (2025) oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).
Menurut Mensos, Saifullah Yusuf –petualang politik yang visi politiknya berkabut tebal ini– syarat normatif untuk pengajuan telah terpenuhi pada 2025. Sedangkan keputusan akhir penetapan gelar pahlawan berada di tangan Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan berdasarkan usulan.
Prosesnya masih menunggu sidang dan pengkajian; ada juga pro-kontra kuat terkait kelayakan Soeharto sebagai pahlawan nasional karena jejak sejarahnya. Tapi tidak tertutup kemungkinan penetapan akan dilakukan pada bulan November 2025 ini.
Selain Mensos Saifullah Yusuf, saya juga mendengar usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional ini juga datang dari Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang di tahun 1998 malah terdeteksi sering keluar masuk Cendana untuk bertemu Presiden Soeharto.
Terus terang, ketika mendengar berita usulan untuk pemberian gelar Pahlawan Nasional terhadap Soeharto tersebut, hati saya seperti telah dibanting-banting di bebatuan yang keras, sakit sekali, seolah apa yang dahulu kami perjuangkan bersama kawan-kawan eksponen Aktivis ’98 dan sebelumnya, sia-sia semua.
Betapa tidak, jika saja Soeharto jadi diberikan gelar Pahlawan Nasional, itu berarti kami semua yang dahulu menjatuhkannya di Tahun ’98, sama halnya dengan penjahat !. Padahal dahulu kami melawan dan menjatuhkan rezim Soeharto itu karena nyata, Soeharto berkhianat pada konstitusi sebagaimana yang telah dilakukan oleh Jokowi.
Orang-orang yang bersikap kritis pada kebijakan pemerintahannya banyak yang diburu, diculik, dipenjarakan bahkan dibunuh. Para petani yang dimiskinkannya “dijahit” mulutnya. Mahasiswa, buruh dan wartawan yang kritis padanya, dihabisi nyawanya. Lalu kemudian, setelah sekian puluh tahun berlalu, buruh yang dibunuh di masa pemerintahannya (Marsinah) itu mau disejajarkan dengan dirinya sebagai Pahlawan Nasional !.
Tak pernah hilang dalam ingatan saya bagaimana rakyat di Lampung, di Majalengka, di Madura, di Tanjung Priuk dll. dibunuh. Bagaimana para ulama dibantai di daerah-daerah Tapal Kuda Jawa Timur di menjelang kejatuhan rezimnya ! Tak hilang pula dalam ingatan saya, bagaimana anak-anaknya memonopoli proyek-proyek pemerintah yang melumpuhkan ekonomi rakyat !.
Rezim Soeharto pula yang dalam Peristiwa Kudeta 27 Juli 1996 (Kudatuli) berusaha menghabisi Ibu Megawati Soekarnoputri, bersama partainya (PDI) yang berhasil memikat hati rakyat, juga mengkondisikan rakyat yang lapar untuk mati terpanggang di gedung-gedung Jakarta di tahun 1998 yang dibakar !.
Pada masa Pemerintahan Soeharto pula, banyak tanah-tanah rakyat yang diserobot, diambil alih tanpa ganti rugi, apalagi ganti untung dan yang menolak langsung dicap PKI oleh Rezim Soeharto yang di tahun 1965 membantai jutaan rakyat tanpa melalui proses pengadilan yang jujur, transparan dan terbuka !.
Apakah Mensos Saifullah Yusuf dan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tuna sejarah, hingga tak mampu melihat kenyataan sejarah kelam Indonesia itu?! Apakah aktivis-aktivis ’98 yang saat ini menjadi menteri, wamen atau komisaris-komisaris di BUMN sudah terlalu nyaman dan damai hidupnya dalam kekayaan dan kekuasaan, hingga mereka tak ada yang bersuara menentangnya?!.
Apa mereka semua lupa, bagaimana rezim Soeharto melakukan pelanggaran berat HAM di Aceh, di Timor Timur (sekarang Timor Leste), di Maluku, di Irian Jaya (Papua) dll.? Apakah mereka lupa, bagaimana rezim Soeharto melakukan kerusakan Sumber Daya Ekonomi, seperti tambang, hutan dll.? Bukankah semua itu telah turut andil dalam merosotnya marwah Indonesia di dunia internasional?!
Wataknya Soeharto yang otoriter, menjadikan banyak pers yang bersuara kritis padanya seperti Tempo, Editor, Detik dll. dibredel, dilarang dengan pencabutan SIUPP nya, hingga muncullah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di tahun 1994, dan media-media alternatif perlawanan, yang tumbuh pesat di kampus-kampus di seluruh penjuru Indonesia !.
Terlalu biadab rasanya, jika hal-hal yang sudah kasat mata seperti itu mau dikubur dalam-dalam dan kemudian malah mau mengangkat kembali aktor kejahatannya (Soeharto) sebagai Pahlawan Nasional. Dimana nurani keadilan kalian sembunyikan? Ini jelas sebuah penghiatan terhadap nurani keadilan rakyat, lawan !…(red/SHE).
Artikel ini ditulis oleh Saiful Huda EMS, Aktivis ’98.













