SUARASMR.NEWS – Ketua DPR RI Puan Maharani angkat bicara soal mencuatnya wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.
Puan menegaskan, sebelum gelar kehormatan itu diberikan, rekam jejak sang tokoh harus diteliti secara mendalam, tanpa tergesa atau hanya karena dorongan nostalgia sejarah.
“Ini hal penting, ya. Harus benar-benar dicermati rekam jejaknya, dari masa lalu sampai sekarang,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Puan menyebut bahwa dirinya menghormati proses wacana tersebut, namun mengingatkan bahwa pahlawan bukan sekadar gelar simbolik, melainkan pengakuan moral dan sejarah bangsa.
“Pemerintah tentu perlu mengkaji secara matang dan menentukan waktu yang tepat,” tambah Ketua DPR RI ini menegaskan.
Wacana pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto kembali menjadi sorotan publik usai Kementerian Sosial (Kemensos) mengusulkan 40 nama tokoh penerima gelar pahlawan nasional tahun ini.
Selain Soeharto, terdapat pula Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), aktivis buruh perempuan Marsinah asal Nganjuk, serta sejumlah tokoh ulama dan jenderal besar seperti Syaikhona Muhammad Kholil dari Bangkalan.
Kemudian K.H. Bisri Syansuri, K.H. Muhammad Yusuf Hasyim dari Tebuireng, Jenderal (Purn) M. Jusuf dari Sulawesi Selatan, dan Jenderal (Purn) Ali Sadikin, mantan Gubernur DKI Jakarta.
Wacana ini pun memantik perdebatan publik: layakkah Soeharto disematkan gelar pahlawan nasional di tengah catatan kontroversial masa pemerintahannya?
Sementara sebagian menilai jasanya besar dalam pembangunan nasional, pihak lain mengingatkan pada pelanggaran HAM dan krisis demokrasi di era Orde Baru.
Kini, bola panas berada di tangan pemerintah. Akankah Soeharto dikenang sebagai pahlawan pembangunan, atau tetap menjadi figur kontroversial dalam sejarah Indonesia modern? (red/hil)













