SUARASMR.NEWS – Tingginya konsumsi rokok di Indonesia terus menjadi ironi. Di tengah kemiskinan yang menghimpit, rokok justru tercatat sebagai pengeluaran terbesar kedua masyarakat kurang mampu setelah beras.
Fakta ini diungkap oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yang menyoroti tingginya belanja rokok baik di wilayah perkotaan maupun di wilayah pedesaan.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Kurnia Dwi Artanti, mengungkapkan bahwa meskipun pemerintah telah mengeluarkan regulasi seperti Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Juga regulasi pelarangan iklan rokok tertentu, serta perlindungan terhadap kelompok rentan, efektivitasnya masih rendah jika tidak diiringi dengan kesadaran pribadi.
“Kesadaran diri untuk berhenti merokok adalah perlindungan yang paling penting. Regulasi sudah dibuat, tapi tanpa pemahaman dan kemauan dari masyarakat, hasilnya tetap nihil,” ujarnya dalam dialog publik yang digelar di Surabaya pada Rabu (30/7/2025)
Kurnia juga menyoroti tren mengkhawatirkan, rokok kini merambah kalangan anak-anak. Berdasarkan data Riskesdas 2023, prevalensi perokok anak usia 10–18 tahun meningkat menjadi 10,7 persen.
“Ini alarm keras. Edukasi harus masif, menyasar sekolah, keluarga, hingga komunitas akar rumput,” tegas Kurnia Dwi Artanti.
Kurnia menambahkan bahwa tak hanya soal kesadaran, akan tetapi lemahnya pengawasan terhadap rokok ilegal juga menjadi persoalan besar.
Sementara, Ketua BPJS Watch Jawa Timur, Arief Supriyono, menilai pemerintah belum bertindak tegas terhadap maraknya peredaran rokok tanpa cukai yang dijual murah di pasaran dan mudah diakses masyarakat miskin.
“Rokok ilegal makin menjamur, harganya murah tapi bahayanya lebih tinggi. Negara seolah membiarkan,” kritik Arief Supriyono.
Ia menekankan bahwa peran negara sangat vital untuk membatasi akses rokok, terutama di kalangan generasi muda dan kelompok rentan.
Selain itu, kebijakan fiskal seperti cukai rokok juga harus diarahkan untuk pengendalian konsumsi, bukan sekadar penerimaan negara.
Baik Kurnia maupun Arief sepakat bahwa perlu ada langkah terintegrasi antara edukasi, penegakan hukum, dan intervensi kesehatan masyarakat.
Tanpa itu, rokok akan terus menjadi jebakan kemiskinan dan sumber beban kesehatan nasional yang tak kunjung usai. (red/akha)