SUARASMR.NEWS – Suara dentuman menggelegar dari acara hajatan, konser jalanan, hingga panggung dangdutan yang dikenal dengan istilah “sound horeg” kini tak lagi dianggap sebatas hiburan.
Di balik lantunan musik keras yang memeriahkan suasana, tersimpan bahaya nyata bagi kesehatan fisik dan mental masyarakat.
Fenomena penggunaan sistem pengeras suara dengan volume ekstrem ini kini menjadi sorotan pakar kesehatan, psikolog, hingga aktivis lingkungan.
Pakar kesehatan spesialis THT dari RSUD Jakarta, dr. Rini Wulandari mengatakan, ini bukan sekadar gangguan kenyamanan. Ini soal kesehatan masyarakat, volume ekstrem bisa mengakibatkan:
1. Tuli Permanen Mengintai: Menurut dr. Rini, paparan suara di atas 85 desibel dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan permanen pada pendengaran. Ironisnya, sound horeg bisa menembus lebih dari 100 desibel.
“Jika seseorang berdiri terlalu dekat dan sering terpapar, risikonya bukan lagi gangguan sementara tapi bisa jadi tuli seumur hidup,” ujarnya.
2. Gangguan Tidur dan Stres Kronis: Warga yang tinggal dekat dengan lokasi acara sound horeg kerap mengeluhkan sulit tidur.
“Anak-anak dan lansia sangat terganggu. Ini bukan soal rewel, tapi soal kehilangan kualitas tidur yang krusial bagi kesehatan mental dan fisik,” jelas psikolog klinis Andi Prasetya menambahkan.
Tidur yang terganggu terus-menerus dapat menyebabkan kelelahan kronis, gangguan emosi, dan bahkan depresi ringan.
3. Bunyi Keras Bisa Picu Penyakit Jantung: Polusi suara ekstrem tak hanya menyakiti telinga, tapi juga menekan jantung. Penelitian WHO menunjukkan kebisingan berkepanjangan dapat memicu peningkatan tekanan darah, memperbesar risiko serangan jantung.
“Respons tubuh terhadap suara keras serupa dengan ancaman hormon stres seperti kortisol dan adrenalin langsung melonjak,” kata Andi menjelaskan.
4. Anak-anak di Ambang Bahaya Psikologis: Anak-anak adalah kelompok paling rentan. Kebisingan tidak hanya mengganggu konsentrasi belajar, tapi juga dapat menimbulkan gangguan perilaku.
Masyarakat dan aktivis lingkungan mendesak pemerintah daerah agar menetapkan batas volume suara di ruang publik. Tak ada yang melarang ekspresi lewat musik, namun ada batas aman yang harus dihormati.
Kebebasan berekspresi bukan berarti membahayakan orang lain. Sudah saatnya hiburan rakyat tidak lagi mengorbankan hak dasar masyarakat hidup sehat dan tenang. (red/akha)