SUARASMR.NEWS – Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, menilai langkah Kejaksaan Agung menetapkan pengusaha minyak kondang Muhammad Riza Chalid sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah sebagai sinyal kuat bahwa era kekebalan hukum telah berakhir.
“Ini momen penting dalam sejarah penegakan hukum Indonesia. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bahwa hukum kini tak lagi tunduk pada oligarki atau takut pada nama besar. No more untouchables,” ujar Trubus dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Trubus menggunakan kerangka teori “jendela kebijakan” dari John W. Kingdon untuk menganalisis dinamika ini. Menurutnya, terwujudnya kebijakan publik yang efektif bergantung pada bertemunya tiga aliran utama: masalah, kebijakan, dan politik.
Dalam kasus ini, masalahnya adalah bobroknya tata kelola sektor migas serta keterlibatan aktor-aktor besar. Aliran kebijakannya berupa reformasi hukum dan penguatan penegakan, sementara secara politik didorong oleh figur Presiden Prabowo yang memiliki keberanian untuk menghadapi kekuatan lama.
Ia menilai penetapan Riza Chalid sebagai tersangka membuka mata publik bahwa Presiden Prabowo sedang menjalankan strategi besar dalam agenda antikorupsi, khususnya di sektor-sektor strategis yang selama ini sarat kepentingan dan dinilai tidak tersentuh hukum.
“Selama ini, Riza Chalid seperti kebal hukum. Ini mencerminkan policy inertia, atau kemacetan kebijakan akibat tekanan elite dan lemahnya insentif perubahan. Tapi kini, era Prabowo menginterupsi stagnasi itu,” kata Trubus.
Menurutnya, penegakan hukum kali ini bukan sekadar soal individu, melainkan simbol transisi menuju sistem hukum yang lebih akuntabel.
Mengutip teori governance dari Jan Kooiman, Trubus menyebut langkah ini sebagai pergeseran dari closed governance yang dikendalikan elite ke arah open and responsive governance yang berpihak pada kepentingan publik.
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi bahwa Kejaksaan Agung tidak sekadar menunggu tekanan publik atau menjalankan prosedur semata, tetapi bertindak secara strategis berdasarkan data, audit, dan pertimbangan kebijakan berbasis hasil.
“Ini adalah bagian dari proses institutional reset. Elite kini mulai dihadapkan pada risiko hukum yang nyata. Ini sinyal bahwa negara sedang menata ulang fondasi keadilan,” tandasnya.
Ia optimistis penetapan tersangka terhadap Riza Chalid bukan langkah terakhir.
“Prabowo telah membuka jalan baru dalam penegakan hukum. Penetapan ini menandai titik balik: hukum berdiri tegak, negara mulai jujur pada dirinya sendiri,” pungkas Trubus.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan M. Riza Chalid bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018–2023. (red/hil)