SUARASMR.NEWS – Gelombang aspirasi publik lewat Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat menekan pemerintah dan DPR agar segera mengambil langkah darurat menghadapi ancaman PHK massal dan perlindungan buruh kontrak.
Menanggapi hal itu, ekonom senior Aviliani mendorong pemerintah memperbanyak Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan magnet insentif pajak bagi investor.
Menurut, keberadaan KEK mampu memberi kepastian berusaha sekaligus menjadi daya tarik besar bagi perusahaan yang berorientasi ekspansi. Banyak investor lebih memilih ekspansi di kawasan khusus karena lebih terjaga dan ada insentif yang diperlukan.
“Tidak ada cost sosial dibandingkan di luar kawasan khusus. Artinya, pemerintah sebenarnya perlu memperbanyak KEK,” ujar Aviliani dalam sebuah talkshow nasional, dikutip suarasmr.news, Sabtu (6/9/2025).
Namun, ia menekankan bahwa pemerintah harus selektif dalam memberikan fasilitas KEK. Sektor manufaktur dinilai harus menjadi prioritas utama karena terbukti mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sekaligus memberdayakan UMKM.
“Fasilitas fiskal jangan diatur oleh investor. Kita harus mengarahkan sesuai kebutuhan kita: memberi nilai tambah, menciptakan tenaga kerja, dan menggandeng UMKM. Ingat, 90 persen tenaga kerja di Indonesia diserap UMKM,” tegasnya.
Aviliani mengingatkan bahwa tingginya angka PHK belakangan ini juga dipicu melambatnya sektor manufaktur akibat gejolak perang tarif dan ketidakpastian geopolitik global.
Karena itu, ia mengajak semua pihak untuk duduk bersama merumuskan kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat sekaligus menjaga iklim investasi tetap kondusif. Ia juga menyinggung sejarah kelam 1998 sebagai peringatan.
“Kita semua harus menahan diri, jangan sampai kerusuhan 1998 terulang. Waktu itu, butuh tiga sampai empat tahun untuk recovery. Dunia usaha enggan ekspansi karena merasa tidak aman, dan utang APBN masih kita rasakan hingga kini,” kata Aviliani.
Dengan dorongan aspirasi rakyat yang terus menguat, Aviliani berharap pemerintah mampu menyeimbangkan kepentingan pekerja, dunia usaha, dan stabilitas nasional. (red/akha)





 
											







