SUARASMR.NEWS – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tidak bersifat multitafsir sebagaimana didalilkan oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) dalam uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Penegasan itu disampaikan Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kemkomdigi, Fifi Aleyda Yahya, saat mewakili pemerintah dalam sidang lanjutan uji materi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Senin (6/10/2025).
“Dalil para pemohon yang menyebut Pasal 8 multitafsir tidak berdasar. Penjelasan pasal tersebut sudah tegas menyebut bahwa perlindungan hukum adalah jaminan pemerintah dan/atau masyarakat kepada wartawan sesuai peraturan perundang-undangan,” ujar Fifi.
Menurut Fifi, yang juga mantan wartawan, Pasal 8 justru bersifat norma terbuka sehingga memberikan fleksibilitas dalam penerapannya di lapangan. Adapun pasal itu berbunyi, “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.”
Lebih lanjut, Fifi menjelaskan, risalah pembahasan UU Pers menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap wartawan tidak bersifat absolut, melainkan bersyarat dalam kerangka negara hukum.
Perlindungan tersebut juga tercermin dalam sejumlah pasal lain di UU Pers yang mengatur asas, fungsi, hak, kewajiban, serta peran lembaga-lembaga terkait.
“Perlindungan hukum bagi wartawan juga dijamin dalam pasal-pasal lain, seperti Pasal 2 hingga Pasal 7, Pasal 10, Pasal 15, dan Pasal 18,” tambahnya.
Ia menegaskan, negara telah menyiapkan berbagai pranata hukum dan mekanisme perlindungan bagi insan pers. Beberapa di antaranya adalah Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2008, SKB Dewan Pers–LPSK–Komnas Perempuan Tahun 2025 tentang Mekanisme Keselamatan Pers, serta perjanjian kerja sama antara Dewan Pers dan Polri tahun 2022 yang berlaku hingga 2027.
“Dengan seluruh perangkat hukum yang ada, ketentuan Pasal 8 UU Pers sudah cukup jelas dan tidak multitafsir. Ada jaminan kepastian hukum serta perlindungan terhadap martabat dan keselamatan wartawan dalam menjalankan profesinya,” tegas Fifi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah meminta Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan uji materi yang diajukan Iwakum dalam perkara Nomor 145/PUU-XXIII/2025.
Permohonan itu diajukan oleh Ketua Umum Iwakum Irfan Kamil, Sekjen Ponco Sulaksono, serta seorang wartawan media nasional Rizky Suryarandika.
Mereka menilai frasa “perlindungan hukum” dalam Pasal 8 bersifat multitafsir dan tidak memberikan kepastian mekanisme perlindungan bagi wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistik.
Dalam permohonannya, para pemohon meminta agar Pasal 8 dimaknai lebih tegas, misalnya dengan ketentuan bahwa tindakan kepolisian atau gugatan perdata terhadap wartawan hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Dewan Pers.
Namun, pemerintah menilai tafsir seperti itu akan melampaui maksud asli pembentuk undang-undang, sekaligus berpotensi membatasi peran lembaga penegak hukum dalam menegakkan aturan secara proporsional.
Dengan demikian, Kemkomdigi menegaskan komitmennya untuk terus melindungi kebebasan pers, namun tetap dalam koridor hukum yang menjamin keseimbangan antara hak wartawan dan tanggung jawab profesinya. (red/ria)





 
											








 
										 
										 
										 
										