Mantan Dirjen Pajak Desak Pembatalan Kenaikan Tarif PPN

oleh -806 Dilihat
banner 468x60

SUARASMR.NEWS – Mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo, mengusulkan pembatalan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Ia berpendapat kenaikan ini akan membebani masyarakat, khususnya mereka dengan daya beli rendah dan pendidikan terbatas lebih dari 50 juta orang menurut data BPS.

“Mengandalkan PPN sebagai sumber utama (pendapatan negara) hanya akan membebani masyarakat kecil yang mayoritas pendapatannya untuk konsumsi,” ujar Hadi Poernomo dalam keterangannya dikutip situs, Selasa (2/12/2024).

banner 719x1003

Hadi menekankan bahwa mengandalkan PPN sebagai sumber utama pendapatan negara akan memperparah kesenjangan ekonomi. Sebagai alternatif, ia menyarankan penerapan sistem self-assessment yang lebih ketat untuk meningkatkan penerimaan negara, sekaligus memungkinkan penurunan tarif PPN kembali ke 10%.

Hadi Poernomo bahkan mengusulkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan kenaikan tersebut, mengingat tenggat waktu yang masih memungkinkan sebelum implementasi.

“Waktu yang singkat ini masih bisa dilakukan pemerintah dengan menerbitkan perppu, karena hanya membutuhkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto,” jelas Hadi.

Korupsi dan penghindaran pajak memiliki karakteristik yang sama, yaitu timbul karena adanya kesempatan. Prinsip self-assessment yang mengandalkan kejujuran Wajib Pajak, berpotensi menimbulkan pelaporan pajak dengan tidak benar dan jelas.

Dalam sistem self-assessment, Wajib Pajak diberikan hak untuk menghitung sendiri pajaknya, membayar pajak yang terutang, dan melaporkannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan kepada otoritas pajak.

banner 484x341

Hadi juga mengusulkan sistem monitoring self-assessment, di mana seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan Wajib Pajak wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan. Sehingga pajak bukan hanya sebagai sumber utama pendapatan negara, tetapi juga alat yang sangat strategis untuk memberantas korupsi dan melunasi semua utang negara.

Untuk diketahui, sistem monitoring self-assessment dirancang untuk menghimpun data dari berbagai sumber yang akan disatukan dengan konsep berbasis link and match, sehingga negara mampu menguji SPT Wajib Pajak serta memungkinkan pemetaan penerimaan negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang bersifat legal maupun ilegal.

Baca Juga :  Apresiasi Kepada 100 Wajib Pajak Prominen di Acara Tax Gathering 2024

Sistem ini dapat memastikan setiap laporan pajak mencerminkan kondisi ekonomi sebenarnya, meminimalkan kebocoran penerimaan pajak, meningkatkan kepercayaan publik, dan optimalisasi penerimaan negara tanpa menaikkan tarif.

“Dengan pengawasan ini, tarif PPN dapat kembali menjadi 10 persen tanpa mengurangi penerimaan negara,” tandas Hadi Poernomo.

Hadi menyoroti inkonsistensi regulasi sebagai hambatan utama pengawasan pajak yang efektif. Hal ini menyebabkan munculnya aturan yang tidak sesuai dengan kaidah hukum atau pembatasan nilai yang tidak relevan.

Menurutnya pemerintah agar fokus utama dalam perbaikan sistem perpajakan adalah pada penyelarasan peraturan-peraturan yang ada agar lebih konsisten dan terintegrasi.

Selain itu, penting juga untuk mengembangkan dan memperkuat alat monitoring yang memungkinkan otoritas pajak dapat memverifikasi pelaporan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sehingga prinsip self-assessment dapat dijalankan dengan lebih efektif dan akuntabel.

“Kalau sistem ini diterapkan, keadilan perpajakan akan terwujud. Petugas pajak tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Ini adalah kunci untuk menciptakan keadilan pajak,” kata Hadi.

Dengan sistem monitoring self-assessment, transparansi yang dihasilkan memungkinkan perluasan basis pajak yang lebih akurat. Hal ini membuka peluang untuk menurunkan tarif pajak tanpa mengurangi penerimaan negara, karena basis pajak yang lebih luas tetap mampu mendukung peningkatan rasio pajak secara signifikan.

Dengan demikian, jika semua pembenahan telah dilakukan, tarif PPN bisa diturunkan kembali menjadi 10 persen, sehingga daya beli masyarakat meningkat tanpa mengurangi penerimaan negara. Tarif PPN yang lebih rendah juga akan membuka ruang ekonomi untuk meningkatkan konsumsi masyarakat.

“Bukan menaikkan tarif yang jadi solusi. Yang penting adalah SPT Wajib Pajak mampu diuji, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan sistem pengawasan yang mampu menciptakan keadilan, transparansi, dan efisiensi,” pungkasnya

Baca Juga :  Menhub Yakin Menkeu Dukung Penghapusan Pajak Suku Cadang Pesawat

Gagasan ini didasarkan pada keprihatinan akan dampak negatif kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat dan pemerataan ekonomi. Diharapkan usulan ini dapat dipertimbangkan untuk menciptakan kebijakan perpajakan yang lebih adil dan berkelanjutan. (red/hel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *