SUARASMR.NEWS – Kasus mengejutkan terjadi di Boyolali, Jawa Tengah. Empat bocah malang ditemukan dalam kondisi mengenaskan dirantai, dieksploitasi, dan mengalami kekerasan psikis oleh seorang pria berinisial SP (65), yang mengaku sebagai tokoh masyarakat dan pendiri “pra-pondok”.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut tindakan yang dilakukan SP merupakan bentuk kekerasan psikis serius terhadap anak.
Pria tersebut diduga menerima anak-anak dari luar daerah dengan dalih pendidikan, namun faktanya mereka dipaksa bekerja membersihkan kandang hingga mengalami penelantaran.
“Ini jelas pelanggaran berat. Ada unsur kekerasan psikis, eksploitasi anak, dan penelantaran. Anak-anak itu dipaksa bekerja dan bahkan dirantai,” tegas Komisioner KPAI Diyah Puspitarini dalam konferensi pers di Kantor KPAI, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Menurut KPAI, keempat korban terdiri dari satu anak usia 12 tahun, dua anak berusia 11 tahun, dan satu anak masih berusia 6 tahun. Mereka berasal dari tiga keluarga berbeda, termasuk sepasang kakak beradik. Semua mengalami perlakuan kejam yang sama.
Keempat bocah itu dirantai dan juga disiksa selama tinggal di rumah SP di Dukuh Mojo RT 13/5 Mojo, Boyolali, Jawa Tengah. “Keempat anak itu dirantai. Perlakuannya seragam dan sangat mencederai kemanusiaan,” kata Diyah.
Saat ini, anak-anak tersebut sudah diamankan dan sedang menjalani pendampingan trauma secara intensif. KPAI meminta orang tua untuk turut serta dalam proses pemulihan psikologis mereka.
“Kami harap keluarga turut mendampingi agar anak-anak ini bisa kembali pulih dan tidak membawa trauma yang dalam saat kembali ke lingkungan rumah,” ungkap Diyah dengan nada prihatin.
Kasus ini terungkap setelah warga sekitar mencurigai aktivitas SP dan melaporkannya ke pihak berwenang. SP kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan akan menghadapi proses hukum.
Tragedi ini menjadi alarm keras bagi semua pihak agar lebih waspada terhadap modus eksploitasi berkedok pendidikan.
KPAI juga mendorong pemerintah daerah dan masyarakat untuk lebih aktif mengawasi lingkungan sekitarnya demi melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan. (red/adb)