SUARASMR.NEWS – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik (ED), Heru Hanindyo (HH), dan Mangapul (M), beserta barang bukti, kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Betul, tersangka dan barang bukti dilimpahkan pada Jumat, 13 Desember 2024,” kata Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung Sutikno ketika dikonfirmyangsuarasmr.news, Minggu (15/12/2024)
Pelimpahan yang dilakukan pada Jumat, 13 Desember 2024 di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat ini menandai langkah maju dalam proses hukum kasus dugaan suap yang terkait dengan vonis bebas terdakwa Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Ketiga hakim kini ditahan di rutan berbeda, menunggu persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. HH ditahan di Rutan Salemba, sementara ED dan M di Rutan Salemba cabang Kejagung. “Ketiga terdakwa dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat,” jelasnya.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, kasus ini berawal dari kecurigaan penyidik Jampidsus Kejagung terhadap putusan bebas tersebut, yang diduga kuat melibatkan suap atau gratifikasi yang diterima oleh ketiga hakim dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR), yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Penyidik menemukan adanya indikasi yang kuat bahwa pembebasan atas terdakwa Ronald Tannur tersebut, diduga ED, AH, dan M menerima suap atau gratifikasi dari pengacara LR,” kata Abdul Qohar.
Lalu, penyidik melakukan penggeledahan pada enam lokasi, yaitu di rumah milik tersangka LR di kawasan Rungkut, Surabaya, apartemen milik tersangka LR di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Kemudian apartemen milik tersangka ED di Gunawangsa Surabaya, apartemen milik tersangka HH di Ketintang, Gayungan, Surabaya, dan rumah tersangka ED di Perumahan BSB Village Semarang.
Dalam penggeledahan itu, penyidik menemukan dan menyita barang bukti berupa uang tunai bernilai miliaran rupiah dan beberapa barang bukti elektronik. Usai dilakukan pemeriksaan, keempatnya pun resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Atas perbuatan para tersangka, hakim ED, M, dan HH selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 6 Ayat 2 jo. Pasal 12 huruf e jo. Pasal 12B jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk pengacara LR selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 juncto Pasal 6 Ayat 1 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP
Proses hukum yang transparan ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan Indonesia. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi penegak hukum untuk senantiasa menjunjung tinggi integritas dan keadilan. (red/akha)