SUARASMR.NEWS – Fenomena anak-anak yang tenggelam dalam dunia gim online kian mengkhawatirkan. Namun, di balik kekhawatiran itu, Pakar Budaya dan Komunikasi Digital Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menyerukan pendekatan yang lebih bijak, bukan melarang, tapi mendampingi dan memahami.
“Orang tua harus tahu apa sih daya tarik gim yang dimainkan anak. Mengapa mereka begitu antusias? Biasanya ada faktor tekanan teman sebaya biar dianggap ‘gaul’ dan diterima,” ujar Firman kepada wartawan di Jakarta, Senin (13/10/2025).
Menurutnya, kunci utama ada pada dialog dan kesepakatan. Orang tua bisa memperbolehkan anak bermain gim, asal mendampingi dan memberi batas waktu yang jelas. “Bicarakan manfaatnya, buat kesepakatan, dan jangan hanya menjadi pengawas pasif,” tegas Firman.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya pendampingan bukan hanya secara fisik, tapi juga pemahaman mendalam terhadap gim yang dimainkan. Dengan begitu, orang tua dapat menilai dampak positif maupun negatif yang mungkin muncul dari aktivitas digital tersebut.
Untuk mencegah kecanduan, Firman mengajak orang tua menyeimbangkan kegiatan digital anak dengan aktivitas fisik di dunia nyata. Salah satu cara efektif, katanya, adalah dengan memperkenalkan anak pada komunitas permainan tradisional.
Ia mencontohkan Kampoeng Dolanan di Surabaya, komunitas yang aktif menghidupkan kembali permainan tradisional dan mengajak anak-anak untuk berinteraksi langsung.
“Main di dunia nyata itu juga seru, loh. Gerak tubuh membuat anak merasa nyaman dan bahagia. Ini perlu ditumbuhkan lagi,” kata Firman menegaskan.
Masalah kecanduan gim online memang menjadi tantangan serius di era digital. Survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2020 mencatat, 71,3 persen anak usia sekolah sudah memainkan gawai dalam waktu lama, dan lebih dari setengahnya bermain gim online atau offline.
Untuk mengantisipasi dampak buruk tersebut, pemerintah kini memperkenalkan Indonesia Game Rating System (IGRS) — sistem klasifikasi usia untuk gim yang akan mulai berlaku efektif pada 2026.
Melalui sistem ini, setiap pengembang wajib mencantumkan label usia seperti 3+, 7+, 13+, 15+, hingga 18+, sesuai dengan muatan konten dalam gim. Langkah ini diharapkan bisa membantu orang tua memilihkan gim yang tepat untuk anak-anak mereka.
“Pendampingan digital itu ibarat vaksin — bukan melarang sepenuhnya, tapi memperkuat daya tahan anak menghadapi dunia maya,” tutup Firman dengan tegas. (red/ria)





 
											








 
										 
										 
										