SUARASMR.NEWS – Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 pada tanggal 24 Agustus 2024, yang menyatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah harus menggratiskan pendidikan sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan madrasah atau sederajat.
“Keputusan MK itu final dan mengikat pasti harus dilaksanakan, tetapi akan disesuaikan dengan perencanaan fiskal,” kata Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto di Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis.
Keputusan ini didasarkan pada argumen bahwa pendidikan dasar tanpa memungut biaya merupakan bagian dari pemenuhan hak atas ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob).
Hal ini sejalan dengan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar secara gratis.
Namun, implementasi kebijakan ini tidaklah mudah. Bima menekankan bahwa meskipun keputusan MK bersifat final dan mengikat, pelaksanaannya akan disesuaikan dengan perencanaan fiskal.
Saat ini, kabupaten dan kota di daerah sedang dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), penyesuaian yang nantinya dikaitkan dengan standar layanan minimal terhadap masyarakat.
Pascaputusan, Kemendagri segera melakukan rapat bersama dengan pimpinan pemerintah daerah, terutama kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) se-Indonesia.
Menurut Bima, putusan MK yang menyatakan pendidikan gratis bagi satuan pendidikan SD, SMP, dan madrasah sederajat perlu dibahas bersama sebelum betul-betul diimplementasikan.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah pusat dan daerah perlu bekerja sama untuk menemukan solusi terbaik yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing daerah.
Sebelumnya, Hakim MK Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan hukum Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 mengatakan bahwa pendidikan dasar tanpa memungut biaya merupakan bagian dari pemenuhan hak atas ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob).
Berbeda dengan pemenuhan hak sipil dan politik (sipol) yang bersifat segera, pemenuhan hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi kemampuan negara.
Melalui putusan tersebut, MK menyatakan bahwa frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) Sisdiknas telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif sehingga bertentangan dengan konstitusi.
Dengan demikian, implementasi pendidikan gratis merupakan tantangan besar bagi pemerintah pusat dan daerah. Namun, ini juga membuka peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan kesempatan yang lebih baik bagi setiap warga negara.
Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, serta partisipasi aktif dari masyarakat dalam mendukung program pendidikan gratis. (red/ria)