SUARA MEDIA RAJAWALI – The 2nd International Tax Forum 2024 (ITF ke-2 2024) di Bali menjadi wadah penting bagi pemerintah, praktisi perpajakan, dan para ahli untuk berdiskusi dan mencari solusi atas tantangan perpajakan di era digital dan persaingan tarif pajak yang semakin ketat.
Forum ini, yang bertajuk “Adapting Tax Policies in a Dynamic World”, menekankan pentingnya meaningful participation dalam merumuskan kebijakan perpajakan yang efektif.
Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, menekankan bahwa forum ini menjadi platform penting untuk merumuskan kebijakan perpajakan yang responsif terhadap perubahan global.
Diskusi yang terfokus pada Pilar II, insentif pajak, dan analisis tax gap domestik diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi konkret untuk meningkatkan penerimaan pajak dan menciptakan sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan.
Era digitalisasi ekonomi telah menghadirkan tantangan baru bagi sistem perpajakan tradisional. Perusahaan-perusahaan digital yang beroperasi lintas batas negara seringkali sulit dikenai pajak secara efektif.
Persaingan tarif pajak yang agresif di antara negara-negara juga menjadi faktor yang perlu diatasi. Forum ini diharapkan dapat menghasilkan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan ini, seperti penerapan aturan pajak digital dan mekanisme pertukaran informasi yang lebih efektif.
Thomas mengatakan pesatnya perkembangan teknologi digital memudahkan perusahaan multinasional beroperasi secara lintas negara dan memungkinkan mereka mendapatkan penghasilan yang signifikan tanpa harus hadir secara fisik di negara pasar.
“Tantangan perpajakan internasional juga terjadi dengan adanya kompetisi tarif pajak yang kemudian mendorong terjadinya praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS),” ungkap Thomas dalam sambutannya, (24/9/2024).
Untuk mengatasi hal tersebut, negara-negara yang tergabung dalam Inclusive Framework (IF) on BEPS menyepakati solusi Pilar II, encakup ketentuan pajak minimum global dan Subject to Tax Rules (STTR).
Hingga kini skema pajak minimum global telah diterapkan di lebih dari 40 negara di dunia, seperti Vietnam, Australia, Jepang. Korea Selatan, Uni Eropa, dan beberapa negara lainnya.
Thomas menegaskan Indonesia berencana menerapkan ketentuan pajak minimum global dalam ketentuan domestik. Sementara itu, terkait STTR, pada tanggal 19 September 2024, Indonesia bersama dengan beberapa negara/yurisdiksi lainnya telah melakukan penandatanganan Multilateral Instrument (MLI) STTR.
“Penerapan Pilar II, bukan lagi merupakan pilihan bagi Indonesia. Bila Indonesia tidak menerapkan pilar II, maka potensi pajak akan diambil negara lain. Ini sama saja mensubsidi negara lain,” tegas Thomas.
Oleh karena itu, diperlukan penyelarasan kebijakan pajak domestik dengan kerangka kerja perpajakan internasional agar menciptakan iklim bisnis serta investasi yang lebih adil dan transparan.
Secara simultan, Kepala BKF Febrio Kacaribu menuturkan bahwa ITF ke-2 2024 menjadi wadah bersama dalam penyusunanan kebijakan insentif perpajakan yang efektif untuk mendukung perekonomian.
Seperti yang diketahui, perekonomian dunia masih menghadapi tantangan kompleks pascapandemi COVID-19 yang dipengaruhi oleh krisis geopolitik, perubahan iklim, dan dinamika demografi masyarakat global.
Menurutnya harus tetap menjaga kesinambungan fiskal dalam mencapai target pembangunan nasional secara pruden, setiap negara perlu memahami potensi optimal dari ruang fiskal perpajakannya.
“Beberapa negara, termasuk Indonesia, mendokumentasikan pemberian insentif perpajakan dan mempublikasikannya dalam bentuk laporan belanja perpajakan,” ujar Febrio.
ITF ke-2 2024 sekaligus menjadi forum diplomasi dan koordinasi yang penting dengan rangkaian pertemuan bilateral bersama beberapa mitra strategis Indonesia.
Pertemuan tersebut akan memberikan kontribusi yang baik dalam mendukung terciptanya kerja sama perpajakan internasional yang efektif.
“Melalui upaya kolaboratif yang dilakukan dalam forum ini, dapat dikembangkan rekomendasi kebijakan yang robust dan berkelanjutan untuk menavigasi kompleksitas isu dalam perpajakan internasional serta mampu mendorong Indonesia menuju sistem perpajakan global yang lebih adil dan efisien,” pungkas Febrio.
Melalui forum ini, pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya untuk terus beradaptasi dengan perubahan global dan membangun sistem perpajakan yang kuat dan berkelanjutan.
Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk praktisi perpajakan, akademisi, dan organisasi internasional, diharapkan dapat menghasilkan solusi yang komprehensif dan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. (red/niluh)