Kasus Jual Beli Bayi di Yogyakarta, Mengungkap Praktik Keji di Balik Rumah Bersalin

oleh -594 Dilihat
banner 468x60

SUARASMR.NEWS – Kasus jual beli bayi yang terungkap di Yogyakarta mengguncang publik. Dua oknum bidan, JE (44) dan DM (77), ditangkap Ditreskrimum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta karena terlibat dalam praktik ilegal ini sejak tahun 2010.

“Para tersangka ini telah melakukan penjualan atau pun berkegiatan sejak tahun 2010,” kata Direktur Ditreskrimum Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi saat konferensi pers di Mapolda DIY, Sleman, Yogyakarta, Kamis (12/12/2024).

banner 719x1003

Modus yang digunakan sangat licik, yaitu mematok harga fantastis untuk bayi yang baru lahir, Rp55 juta hingga Rp85 juta, dengan dalih biaya persalinan. Bayi perempuan dihargai lebih murah dibandingkan bayi laki-laki.

Penyelidikan berawal dari informasi masyarakat mengenai dugaan perdagangan bayi. Bukti transaksi, termasuk transfer uang DP sebesar Rp3 juta untuk pembelian bayi perempuan pada 2 Desember 2024, menjadi kunci pengungkapan kasus ini.

Pada Rabu (4/12/2024), sekitar pukul 13.00 WIB, Tim Polda DIY meringkus dua pelaku penjualan bayi tersebut di salah satu rumah bersalin di Demakan Baru, Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Polisi menemukan seorang bayi perempuan berusia 1,5 bulan dalam kondisi sehat.

“Setelah dilakukan penangkapan, kami menemukan seorang bayi perempuan dengan ciri-ciri jenis kelamin perempuan, panjangnya 52 cm, beratnya 3,7 kg, berkisar umur 1,5 bulan, dalam kondisi baik dan sehat,” jelasnya.

Fakta mengejutkan terungkap bahwa JE, salah satu tersangka, merupakan residivis yang pernah dipenjara selama 10 bulan pada tahun 2020. Ia kembali melakukan kejahatan yang sama pada tahun 2024, bahkan menjual bayi di beberapa daerah, termasuk Bandung.

banner 484x341

“Rumah sakit atau pun tempat praktik mereka ini sudah tersebar, dan sudah terinformasi menerima dan merawat serta memelihara bayi,” sambung FX Endriadi.

Baca Juga :  Tragedi G30S/PKI: Sebuah Pelajaran Sejarah yang Tak Boleh Dilupakan

Setiap pasangan yang tidak berkenan atau tidak mampu merawat bayinya, diminta mendatangi tempat praktik mereka tersebut untuk dititipkan dan dirawat oleh para tersangka.

Keduanya kemudian mencari orang yang ingin mengadopsi bayi tersebut termasuk membantu calon pengadopsi mendapatkan akta kelahiran untuk bayi yang diadopsi secara ilegal.

“Apabila ada pasangan atau pun orang yang akan merawat bayi tersebut, dilakukan transaksi penjualan,” ucap FX Endriadi.

Berdasarkan data yang diperoleh Polda DIY kurun 2015 hingga saat tertangkap tangan pada 4 Desember 2024, dari praktik kedua tersangka tercatat sebanyak 66 bayi dijual terdiri atas 28 bayi laki-laki dan 36 bayi perempuan serta 2 bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya.

Dari dokumen serah terima atas bayi-bayi dari rumah bersalin tersebut diketahui bahwa bayi tersebut diadopsi oleh pihak-pihak dalam dan luar Kota Yogyakarta termasuk Surabaya, NTT, Bali, hingga Papua.

“Terhadap dua tersangka ini, masih kami lakukan pemeriksaan, penyelidikan, untuk selanjutnya nanti kami selesaikan dan kami kirim ke kejaksaan untuk proses penegakan hukum lebih lanjut,” ucap Endriadi.

Atas perbuatannya, JE dan DM dijerat dengan Pasal 83 Unduang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak serta pasal 76F UU Nomor 35 tahun 2014 dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta.

Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap praktik di rumah bersalin dan perlunya perlindungan lebih besar bagi bayi yang baru lahir.

Diharapkan kasus ini menjadi pelajaran berharga dan langkah tegas diambil untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, demi masa depan anak-anak Indonesia yang lebih aman dan terlindungi.

Kejahatan ini bukan hanya merugikan secara finansial, tetapi juga melukai hak-hak dasar seorang anak untuk mendapatkan kasih sayang dan keluarga yang layak. Semoga keadilan ditegakkan dan para korban mendapatkan perlindungan yang semestinya. (red/adib)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *