SUARASMR.NEWS – Dikutip dari Siaran Surya Puja di Pro 4 RRI Denpasar, Rabu 30 Oktober 2024, bahwa sejak Buda Pon Sungsang hingga Budha Kliwon Pahang, umat Hindu dilarang mengadakan upacara besar seperti Ngaben, Nyekah, dan Pawiwahan.
Hal ini terkait dengan rangkaian Hari Suci Galungan yang di dalamnya terdapat hari yang disebut uncal balung dan hari selesainya Galungan atau penelahan Galungan yang disebut Pegatwakan.
Dalan Siaran tersebut, Ida Bagus Bawa, Penyuluh Agama Hindu Kementerian Agama Kota Denpasar, menjelaskan bahwa pada kurun waktu pegatwakan, tidak diperbolehkan melaksanakan upacara yang berencana.
Pegatwakan ini merupakan penyuwud Galungan, dimulai dari awal Galungan, di tengah-tengahnya pemacekan agung, dan diakhiri dengan Budha Kliwon Pahang atau lebih dikenal dengan Pegatwakan.
Rentang rangkaian Galungan hingga Budha Kliwon Pahang tersebut disebut dina kekeran atau uncal balung. Dalam periode ini, umat Hindu diharuskan untuk menghormati dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku.
Pentingnya menghormati waktu pegatwakan dalam upacara Galungan tidak dapat dianggap remeh. Galungan adalah salah satu upacara paling penting bagi umat Hindu, yang melambangkan kemenangan Dewa Wisnu atas Dewa Kala.
Dalam rangkaian upacara ini, ada beberapa tahapan yang harus diikuti dengan cermat, salah satunya adalah periode pegatwakan. Pada waktu ini, umat Hindu diharuskan untuk beristirahat dan menghindari melakukan aktivitas yang berencana, termasuk upacara besar.
Hal ini dilakukan untuk menunjukkan rasa hormat kepada dewa-dewa dan memastikan bahwa upacara Galungan berjalan dengan lancar.
Selain itu, menghormati waktu pegatwakan juga merupakan bagian dari nilai-nilai spiritual dan budaya Hindu. Umat Hindu percaya bahwa setiap tindakan dan keputusan yang diambil selama periode pegatwakan akan mempengaruhi hasil akhir upacara Galungan.
Oleh karena itu, penting bagi umat Hindu untuk mengikuti aturan-aturan yang berlaku dengan penuh kesadaran dan kepatuhan.
Dijelaskan Ida Bagus Bawa, bahwa Uncal Balung terdiri dari kata uncal yang berarti membangun dan balung yang berarti tulang. Uncal balung diartikan sebagai saat membuang dan melepas tulang.
Secara filosofi nguncal balung tersebut dapat dimaknai sebagai wujud melepaskan kekuatan Sang Kala Tiga atau sifat-sifat kala menuju kekuatan Sang Hyang Tiga Wisesa.
Sang kala Tiga yang dimaksud tidak lain dari Sang Buta Galungan yang turun menggoda umat menjelang Hari Raya Galungan ujar Ida Bagus Bawa.
Mengenai uncal balung yang ada kaitannya dengan wariga, Ida Bagus Bawa menambahkan pada saat nguncal balung tidak diperbolehkan melaksanakan atau melangsungkan upacara yang bersifat berencana, seperti Ngaben, Nyekah dan pernikahan.
Berbeda dengan yang bersifat isidental atau musibah. Sudah barang tentu hal itu diatur dalam wariga. Istilah wariga berasal dari kata wara yang berarti mulia, saya berarti menuju dan ga berarti jalan.
Jadi kata wariga berarti petunjuk jalan untuk mencapai yang mulia atau baik maka pantangan lewat acara saat nguncal balung karena dari sisi paddewasan atau wuku, padewasan wuku lebih jelasnya sepanjang rentangan Budha Kliwon Sungsang hingga Budha Kliwon Pahang dianggap dewasa yang kurang baik.
Saat itu orang dewasa dianggap tidak memiliki tulang, tidak memilki pengukuh. Jika di badan fungsi tulang itu agar kita bisa berdiri tegak dan tanpa tulang akan lemet sehingga tidak memiliki kekuatan.
Untuk itulah dianjurkan untuk tidak melaksanakan upacara besar kecuali upacara yang bersifat rutin, seperti tegakan otonan, tegakan piodalan tetap dapat dilaksanakan.
“Intinya dalam melangsungkan suatu upacara agama sesuai dengan lontar SiwaTattwa yang disebut Dharma Sidhiarta manut Weda Smerti, lima dasar yang patut dipertimbangkan dari segi wariga dalam padewsaan seperti hiksa yaitu apa tujuan dari yadnya yang dilaksanakan,”jelasnya
“Sakti yaitu adanya kesadaran dari umat, desa yaitu tempat di mana upacara itu dilangsungkan dan supaya kondusif, kala yaitu mencari hari baik dilangsungkan upacara dan tattwa yaitu pelaksanaan yadnya didasarkan pada sastra”, sambung Ida Bagus Bawa.
Dalam kesimpulannya, menghormati waktu pegatwakan dalam upacara Galungan adalah suatu kewajiban bagi umat Hindu. Hal ini tidak hanya menunjukkan rasa hormat kepada dewa-dewa, tetapi juga memastikan bahwa upacara Galungan berjalan dengan lancar dan sukses.
Dengan mengikuti aturan-aturan yang berlaku, umat Hindu dapat merasakan manfaat spiritual dan budaya yang lebih besar dari upacara Galungan. (red/niluh)