SUARASMR.NEWS – Perdebatan seputar ambang batas parlemen (parliamentary threshold) di Indonesia masih terus berlanjut. Sebaiknya dipertahankan untuk menyeimbangkan antara keterwakilan politik dan stabilitas pemerintahan.
Pakar Politik dan Pemerintahan UGM, Alfath Bagus Panuntun, berpendapat bahwa mempertahankan ambang batas parlemen sebesar 4% merupakan langkah yang tepat untuk menyeimbangkan keterwakilan politik dan stabilitas pemerintahan.
“Sebelumnya, ambang batas ini hanya 3,5 persen, lalu dinaikkan menjadi 4 persen pada revisi Undang-Undang Pemilu tahun 2017. Angka ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara keterwakilan politik dan stabilitas pemerintahan,” kata Bagus di Yogyakarta, Rabu (5/2/2025).
Angka ini, menurutnya, bukan angka arbitrer, melainkan hasil kompromi yang mempertimbangkan inklusivitas demokrasi dan efektivitas pemerintahan.
Tanpa ambang batas, partai-partai kecil yang sebelumnya tak lolos Pemilu akan mendapatkan kursi di DPR. Namun, peningkatan jumlah partai dapat menghambat pengambilan keputusan di parlemen.
“Jumlah partai yang lebih banyak akan menambah beban terkait fraksi, pembagian tugas, dan efektivitas kinerja DPR itu sendiri,” jelas Bagus
Proses legislasi dan pengawasan pemerintah bisa menjadi kurang efisien karena kompleksitas koordinasi antar fraksi yang lebih banyak. Hal ini berpotensi mengaburkan fokus utama, yaitu melayani kepentingan rakyat, dan justru mengutamakan kepentingan politik para elit partai.
Bagus juga menekankan pentingnya ambang batas untuk mendorong partai politik memiliki ideologi dan program kerja yang jelas dan terbedakan.
Ambang batas yang lebih tinggi memaksa partai untuk lebih serius dalam membangun basis dukungan dan menawarkan program yang menarik bagi pemilih. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih mudah memilih partai yang sesuai dengan visi dan misi mereka.
“Jangan sampai karena ingin mengakomodasi semua kelompok, malah justru yang terlayani adalah kepentingan politisi, bukan rakyat,” tandasnya.
Meskipun demikian, dirinya mengakui bahwa masyarakat sebenarnya kurang memperhatikan detail teknis seperti ambang batas parlemen. Yang terpenting bagi mereka adalah terjaminnya fungsi DPR sebagai lembaga legislatif yang efektif, responsif terhadap kritik, dan benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, fokus utama seharusnya tetap pada peningkatan kinerja DPR dalam menjalankan tugas dan fungsinya, terlepas dari angka ambang batas yang diterapkan. Diharapkan dengan demikian, demokrasi Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan manfaat nyata bagi seluruh rakyat. (red/adib)