SUARASMR.NEWS – Kasus suap Harun Masiku yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, baru menetapkan Hasto sebagai tersangka setelah lima tahun berlalu. Hal ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai lamanya proses tersebut.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa penetapan tersangka baru dilakukan setelah bukti yang cukup terkumpul. Proses pengumpulan bukti ini melibatkan serangkaian pemeriksaan saksi, pengumpulan keterangan, dan penyitaan barang bukti.
“Baru sekarang ini karena kecukupan alat buktinya tadi sebagaimana sudah saya jelaskan di awal penyidik lebih yakin,” kata Setyo pada jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
KPK menekankan pentingnya kecukupan alat bukti untuk memastikan penetapan tersangka dilakukan secara sah dan terukur, sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Proses ini membutuhkan waktu dan ketelitian untuk memastikan keadilan dan menghindari kesalahan. Penetapan tersangka Hasto, yang diduga terlibat dalam dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI.
“Baru kemudian diputuskanlah terbit surat perintah penyidikan gitu jadi sebetulnya alasan pertimbangan itu,” ujarnya.
Ini menunjukkan komitmen KPK untuk menuntaskan kasus ini secara menyeluruh dan transparan, meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama. Proses hukum yang teliti dan berhati-hati ini penting untuk menjaga integritas sistem peradilan dan kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
Diketahui sebelumnya, Hasto diduga ikut terlibat memberikan suap kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan. KPK menduga Hasto berupaya agar Harun Masiku bisa menggantikan Nazaruddin Kiemas, caleg PDIP terpilih dari Dapil Sumsel I pada Pemilu 2019, yang meninggal dunia.
Saat itu, Riezky Aprilia yang berhak menggantikan Nazaruddin karena memperoleh suara terbanyak kedua dari dapil yang sama, yakni 44.402. Harun hanya memperoleh 5 ribu suara di dapil berbeda.
Dua orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri, juga diproses hukum. Saeful dihukum pidana 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan. Agustiani divonis pidana empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.
Hal ini juga menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia berjalan, meskipun membutuhkan waktu dan proses yang panjang untuk memastikan keadilan ditegakkan. Ketelitian dalam mengumpulkan bukti merupakan kunci utama dalam proses penegakan hukum yang adil dan transparan. (red/ria)