SUARA MEDIARAJAWALI – Pemerintah Indonesia tengah berupaya keras menjaga daya beli masyarakat kelas menengah di tengah ketidakpastian ekonomi global. Salah satu strategi yang diterapkan adalah melalui pemberian insentif pajak.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menopang pertumbuhan ekonomi dengan mendorong konsumsi kelas menengah.
Menurutnya kebijakan yang dianggap bisa menopang pertumbuhan melalui pemberian insentif bagi sektor kelas menengah, seperti insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) atas pembelian rumah dan kendaraan berbasis listrik.
“Hal tersebut mengingat properti dan otomotif merupakan produk pembelian terbesar yang dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah,” jelas Airlangga dalam keterangan tertulis yang diterima suarasmr.news, Jumat (4/10/2024).
Insentif pajak yang diberikan meliputi: Insentif PPN DTP 100% untuk pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp 5 miliar. Insentif ini berlaku hingga akhir tahun 2024 dan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2024.
Insentif bea masuk 0% untuk impor battery electric vehicle (BEV) roda 4. Insentif PPnBM untuk BEV roda 4. Program insentif motor listrik sebesar Rp 7 juta.
Selain insentif pajak, pemerintah juga memberikan berbagai kebijakan lain untuk mendukung kelas menengah, seperti; Subsidi energi dan listrik. Jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Insentif pendidikan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP). Dukungan bagi UMKM melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah.
Melalui berbagai kebijakan ini, pemerintah berharap dapat menjaga daya beli kelas menengah dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya ini diharapkan dapat membantu masyarakat kelas menengah menghadapi tantangan ekonomi global dan tetap menikmati kualitas hidup yang baik.
Ia juga menyampaikan bahwa sejumlah program strategis akan dilakukan pemerintah untuk mempersiapkan pencapaian target pertumbuhan ekonomi jangka panjang menuju tahun 2045.
Yaitu seperti mendorong transisi energi mulai dari hydropower, pengembangan lanjutan dari geothermal, hingga pengembangan solar panel.
Selanjutnya, digitalisasi juga dinilai menjadi pengungkit perekonomian dengan menyumbang potensi ekonomi digital pada tahun 2030 hingga 300 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
“Tentu kalau kita lihat infrastruktur kita sudah bangun tetapi infrastruktur itu belum selesai artinya kita baru bangun backbone-nya, sedangkan pertumbuhan itu membutuhkan ruas-ruas di sampingnya atau fishbone-nya,” jelasnya.
Namun fishbone-nya ini belum tersambung, maka ini harus dilanjutkan. Sekarang itu, dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) ke depan akan disiapkan inpres-nya yang akan mempercepat ini.
“Kalau ini cepat tersedia maka produktivitas akan meningkat, pertumbuhan ekonomi juga menjadi lebih baik,” pungkas Airlangga. (red/ria)