Klarifikasi Dari DJP Soal Transaksi Uang Elektronik Kena PPN 12 Persen

oleh -543 Dilihat
banner 468x60

SUARASMR.NEWS – Pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan salah satu bentuk pajak yang dikenakan pada barang dan jasa dalam rangka membiayai pengeluaran negara. Dalam konteks transaksi uang elektronik, terdapat kebingungan mengenai pengenaan PPN ini.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat DJP Dwi Astuti, telah mengeluarkan klarifikasi terkait soal isu transaksi uang elektronik menjadi objek pajak yang dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.

banner 719x1003

“Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Dwi Astuti, Jumat (20/12/2024).

Pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya Undang-Undang PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang mulai berlaku pada 1 Juli 1984. Hal ini menunjukkan bahwa uang elektronik bukan merupakan objek pajak baru.

Meskipun demikian, aturan mengenai pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam UU HPP, layanan uang elektronik tidak termasuk objek yang dibebaskan dari PPN. Artinya, ketika tarif PPN naik menjadi 12 persen, tarif tersebut juga berlaku untuk transaksi uang elektronik. Aturan rinci mengenai pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.

Layanan yang Dikenakan PPN: Layanan yang dikenakan PPN mencakup berbagai aspek dari uang elektronik, seperti e-money, dompet elektronik (e-wallet), gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.

banner 484x341

Selain itu, PPN juga berlaku untuk biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara, termasuk biaya layanan registrasi, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik.

Baca Juga :  Restitusi Pendahuluan: Perlukah Suket PKP Berisiko Rendah?

Hal yang sama berlaku pada layanan dompet elektronik, termasuk biaya pembayaran tagihan dan layanan paylater. PPN juga dikenakan pada biaya merchant discount rate (MDR).

Sebagai contoh, ketika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi, maka biaya administrasi tersebut yang dikenakan PPN. Jika biaya administrasi top-up adalah Rp1.000 dan tarif PPN yang berlaku saat ini sebesar 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp110, sehingga total biaya menjadi Rp1.110.

Bila PPN naik menjadi 12 persen nantinya, maka PPN yang perlu dibayar sebesar Rp120, sehingga total biaya menjadi Rp1.120. Sedangkan ketika pengguna hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo tanpa biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan.

Untuk diketahui, UU HPP mengatur pembebasan PPN terhadap sejumlah jasa keuangan. Jasa ini meliputi penghimpunan dana seperti giro, tabungan, deposito, dan sertifikat deposito, yang dilakukan oleh bank atau lembaga keuangan.

Selain itu, kegiatan penyaluran dan peminjaman dana, baik melalui transfer elektronik, cek, maupun wesel. Pembiayaan seperti leasing dengan hak opsi, anjak piutang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen juga tidak dikenakan PPN, termasuk yang berprinsip syariah.

Kemudian layanan gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia, serta jasa penjaminan untuk melindungi kewajiban finansial, juga dikecualikan dari pajak.

Namun perlu dicatat bahwa nilai uang elektronik itu sendiri, termasuk saldo, bonus point, reward point, dan transaksi transfer dana murni, tidak dikenakan PPN.

Ini berarti bahwa hanya layanan tambahan atau fasilitas yang diberikan oleh penyelenggara yang dikenakan PPN, bukan nilai tukar uang elektronik itu sendiri.

Meskipun demikian, pengenaan PPN ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap pengguna uang elektronik, terutama dalam konteks digitalisasi transaksi yang semakin meningkat.

Baca Juga :  Rieke Diah Pitaloka Protes, Rencana Kenaikan PPN 12% Minta Dibatalkan 

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk terus mengawasi dan menyesuaikan kebijakan pajak agar tetap relevan dan adil bagi semua pihak. (red/akha)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *