SUARASMR.NEWS – Sidang kasus penganiayaan yang melibatkan terdakwa Ulung Adventus di gelar diruang Cakra Pengadilan Negeri Trenggalek jalan Dewi Sartika pada Kamis 16 Januari 2025.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ririn menjatuhkan tuntutan 1 tahun penjara kepada terdakwa. Tuntutan ini dijatuhkan berdasarkan pasal 351 ayat 1 KUHP yang mengatur tentang penganiayaan ringan.
Menurut keluarga korban, pasal yang diterapkan JPU Ririn dalam tuntutan itu terasa sangat ringan sehingga sangat melukai perasaan keluarga korban.
Dalam persidangan, ketua majelis hakim, Rahma Sari Nilam Panggabean, memeriksa terdakwa dan memastikan bahwa terdakwa dalam keadaan sehat dan memahami tuntutan yang dibacakan.
Terdakwa Ulung Adventus mengangguk sebagai tanda persetujuan dan telah memahami tuntutan JPU tersebut. Sidang kemudian akan di lanjutkan Kamis depan untuk mendengarkan pledoi dari penasehat hukum terdakwa.
Dalam tuntutannya, JPU Ririn menjelaskan bahwa tuntutan 1 tahun penjara dijatuhkan berdasarkan bukti visum yang menunjukkan bahwa korban mengalami luka lebam.
JPU juga menekankan bahwa tuntutan tersebut didasarkan pada pertimbangan yang matang, membedakan antara penganiayaan ringan, berat, dan yang menyebabkan kematian.
Kasus penganiayaan dan pemerkosaan yang biadab ini telah mengguncang hati masyarakat. Kejahatan yang dilakukan terdakwa telah merenggut hak asasi korban dan meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban.
Awalnya keluarga korban berharap Jaksa Penuntut Umum memiliki tanggung jawab besar untuk menjalankan tugasnya secara profesional, dengan tuntutan yang sesuai dengan bukti yang ada, dengan tuntutan yang maksimal.
Tuntutan yang adil dan proporsional terhadap terdakwa merupakan bentuk penghormatan terhadap hukum dan rasa keadilan terhadap korban. Namun dengan tuntutan jaksa yang sangat ringan keluarga korban merasa terpukul dan kecewa.
Keluarga korban tinggal berharap kepada para Hakim yang Mulia dapat memutus perkara ini dengan bijaksana dan adil, dengan mempertimbangkan penderitaan yang dialami oleh korban dan keluarga korban.
Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Trenggalek, Yan Subiyono, SH. MH mengatakan, bahwa perkara ini berawal dari laporan polisi yang menyebutkan satu pasal sangkaan. Perkara ini sendiri dipicu oleh kecemburuan terdakwa terhadap pacarnya.
Yan Subiyono juga menyebutkan, pasal 351 ayat 1 ancaman pidana maximal 2,8 tahun denda empat ribu lima ratus rupiah. Berdasarkan bukti visum, seandainya disitu ada kejadian selain pasal diterapkan tidak mungkin kami diluar kontek yang dilaporkan oleh sikorban.
Terdakwa melakukan penganiayaan bertubi-tubi terhadap korban di rumah dan di pinggir pantai. Korban dianiaya dengan cara dikencingi, diludahi, disetubuhi, dan dicekoki miras.
Barang bukti yang ditemukan di lokasi kejadian meliputi pakaian bekas korban yang dikencingi terdakwa Ulung Adventus, HP, STNK, sepeda motor, dan lainnya.
Sebelumnya, proses penyelidikan kasus ini diwarnai dengan berbagai godaan. Visum et revertum yang dikatakan pihak kepolisian kurang kuat dan minimnya saksi, hampir membuat pihak keluarga korban sempat ingin menghentikan proses perkara.
Selain itu, terdapat dugaan upaya intimidasi dari oknum LSM dan wartawan di Tulungagung yang menghubungi pihak keluarga korban melalui WhatsApp, meminta kasus penganiayaan dan pemerkosaan tersebut dicabut.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya peran penegak hukum dalam melindungi korban kekerasan. Meskipun terdapat berbagai rintangan dan upaya untuk menghentikan proses hukum.
Seharusnya Jaksa Penuntut Umum harus profesional menjalankan tugasnya dengan menjatuhkan tuntutan yang sesuai dengan bukti yang ada, dengan penerapan pasal yang berat terdakwa pelaku penganiayaan dan pemerkosaan yang biadab ini.
Kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk menghormati hukum dan menjunjung tinggi rasa keadilan.
Diharapkan putusan hakim nanti dapat memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban dan menjadi deterrent bagi pelaku kejahatan lainnya. (red/aidil)