SUARASMR.NEWS – Sistem Coretax, yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), merupakan bagian penting dari reformasi perpajakan di Indonesia.
Sistem ini bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh sistem administrasi perpajakan, sehingga prosesnya menjadi lebih efisien, transparan, akuntabel, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, meminta masyarakat untuk memberikan waktu tiga hingga empat bulan agar sistem Coretax dapat berjalan optimal.
“Jangan cepat-cepat kritik. Kasih waktu 3-4 bulan untuk ini bisa berjalan,” kata Luhut dalam kegiatan ‘Semangat Awal Tahun 2025’, di Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Ia mengakui bahwa sistem baru pasti memiliki kekurangan, namun meminta masyarakat untuk memberikan masukan dan tidak langsung mengkritik.
“Dalam satu bulan pertama, pastilah ada yang kurang sana-sini. Tapi, jangan buru-buru kritik,” sambung Luhut Binsar Pandjaitan.
Sebelumnya, Luhut dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah membahas pengembangan sistem Coretax dan integrasinya dengan layanan digital pemerintah (govtech). Keduanya yakin bahwa sistem ini dapat mencapai tujuannya.
Sri Mulyani menekankan pentingnya interoperabilitas dalam sistem Coretax, sehingga koordinasi dan kolaborasi sistem elektronik pemerintahan dapat berjalan dengan baik.
Integrasi data dalam sistem Coretax juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan.
DJP terus bekerja keras untuk memastikan sistem Coretax berjalan optimal, meskipun menghadapi berbagai dinamika dan tantangan dalam implementasinya.
“Semua dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi, dan yang terpenting untuk membangun kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan,” kata Sri Mulyani.
Sistem Coretax merupakan sistem perpajakan yang lebih modern dan efisien di Indonesia. Dengan integrasi data dan layanan digital, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan membangun kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan.
Diberitakan sebelumnya, aplikasi Coretax, yang digadang-gadang sebagai terobosan dalam sistem administrasi pajak, ternyata justru menjadi mimpi buruk bagi pemerintah.
Investasi senilai Rp1,3 triliun yang digelontorkan untuk pengembangan aplikasi ini ternyata sia-sia, karena aplikasi tersebut belum siap digunakan.
Padahal, biaya pembangunan aplikasi Coretax ini tidaklah murah, sekitar Rp1,3 triliun. Gara-gara banyak masalah, teknologi Coretax dinilai abal-abal. Banyak netizen mempertanyakan kualitas vendor yang memenangkan tender Coretax ini.
Akun medsos X @ianfaisal_, misalnya, mengeluhkan selalu gagal mengakses Coretax. “Nahan-nahan 7 hari enggak bisa buka Coretax, sekali masuk bikin emosi…Efaktur yang model gitu aja bertahaplah ini sok-sokan mau se-Indonesia. Tender Rp1,3 T hasilnya begini,” tulisnya.
Akun X @meidiawancs lebih menohok lagi. “Sory itu coretax pake duit apa pengadaannya? pajak? ya saya ikut urunan. Orang saya bayar n lapor PPh n PPN,” tulisnya.
Kritik tajam dilayangkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan atas peluncuran tanpa adanya pengujian yang memadai terlebih dahulu.
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai, tidak adanya pengujian yang memadai sebelum peluncuran menjadi penyebab utama kegagalan aplikasi ini.
“Tidak ada tes secara proper yang dilakukan oleh konsultan, baik quaility assesment dan programer-nya. Yang penting dikumpulkan terlebih dahulu. Ini yang akhirnya merugikan negara karena aplikasi belum siap digunakan hingga saat ini,” ujar Huda dalam keterangannya dikutip suarasmr.news, Minggu (12/1/2024). (Akha)