Presiden Terpilih Bentuk Kementerian Penerimaan Negara: Strategi Baru Menarik Pajak dari Orang Kaya

oleh -344 Dilihat
banner 468x60

SUARA MEDIARAJAWALI – Pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki rencana ambisius untuk meningkatkan pendapatan negara melalui optimalisasi pajak.

Dewan Penasihat Presiden terpilih Prabowo Subianto Burhanuddin Abdullah mengatakan, salah satu langkah strategis yang akan diambil adalah pembentukan Kementerian Penerimaan Negara.

banner 719x1003

Kementerian ini akan menggabungkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Keuangan.

“Yang pertama diubah ke Lembaga Penerima Negara. Mudah-mudahan Insya allah ada Menteri Penerimaan Negara yang mengurus pajak, cukai, dan PNBP. Jadi pisahan dari Kemenkeu,” kata Burhanuddin Abdullah,  dikutip diagramkota.com pada Selasa (1/10/2024).

Pembentukan Kementerian Penerimaan Negara diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan pajak, cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dengan fokus khusus pada penerimaan negara, diharapkan strategi fiskal dapat lebih terarah dan terukur.

Salah satu fokus utama Kementerian Penerimaan Negara adalah meningkatkan kontribusi pajak dari orang kaya. Hal ini sejalan dengan target pendapatan negara yang ingin dicapai pada tahun 2025.

Dengan memisahkan urusan penerimaan negara dari Kementerian Keuangan, diharapkan akan ada fokus yang lebih besar pada strategi pengumpulan pajak yang efektif, termasuk dari kelompok masyarakat dengan penghasilan tinggi.

banner 484x341

Rencana ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, yang melihatnya sebagai langkah positif untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan penerimaan negara.

Diharapkan dengan adanya Kementerian Penerimaan Negara, target pendapatan negara dapat tercapai dan pembangunan nasional dapat berjalan lebih optimal.

Penerapan Sistem “Core Tax”: Selain membentuk kementerian baru, pemerintah juga akan mulai menerapkan sistem pajak baru yang disebut core tax pada 1 Januari 2025. Sistem ini menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mengoptimalkan strategi fiskal 2025.

Baca Juga :  Wamenkeu Menekankan Sistem Pajak dan Kesejahteraan Sosial Harus Adil 

Sistem core tax sendiri bertujuan untuk memperbarui dan mempermudah pengelolaan pajak di Indonesia agar lebih efisien dan transparan.

“Insyaallah, kita bisa menggunakan core tax  pada 1 Januari 2025,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo dalam Konferensi Pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kinerja dan Fakta (KiTa) Edisi September 2024.

Sebelum sistem ini dijalankan, pemerintah telah memberikan edukasi kepada 52.964 Wajib Pajak besar, yaitu mereka yang memiliki transaksi dalam jumlah besar. Mereka menjadi prioritas edukasi karena kelompok ini diperkirakan akan paling terdampak oleh penerapan core tax .

“Edukasi sudah diberikan kepada 52.964 Wajib Pajak kakap dengan transaksi yang besar. Karena mereka yang akan sangat terimbas oleh implementasi core tax,” jelasnya.

Pelatihan tersebut diberikan agar Wajib Pajak atau kalangan elit memahami cara kerja core tax dan siap menggunakannya. Harapannya, sistem ini bisa membuat pelaporan pajak menjadi lebih mudah dan jelas, terutama bagi yang memiliki transaksi besar. Selain itu, core tax juga diharapkan dapat membantu mencegah penghindaran pajak.

Dengan penerapan core tax, pemerintah optimistis bahwa pendapatan dari pajak akan meningkat, khususnya dari Wajib Pajak besar yang selama ini berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara.

Pemerintah Diminta Terapkan Pajak Kekayaan Progresif: Center of Economic and Law Studies (CELIOS) telah merilis laporan terbaru yang berjudul “Laporan Ketimpangan Ekonomi di Indonesia 2024: Pesawat Jet untuk Si Kaya, Sepeda untuk Si Miskin”.

Dalam laporan tersebut CELIOS menyoroti pentingnya reformasi kebijakan untuk menciptakan distribusi kekayaan yang lebih adil.

Menurut CELIOS untuk mengatasi hal tersebut, pihaknya merekomendasikan penerapan pajak kekayaan progresif, penguatan kebijakan anti-monopoli, dan peningkatan akses kredit bagi usaha kecil dan menengah sebagai langkah awal menuju ekonomi yang lebih berkeadilan.

Baca Juga :  Inovasi DJP: Fitur Baru di e-Nofa dan e-Faktur 4.0 untuk Kemudahan Wajib Pajak

Peneliti CELIOS Galau D. Muhammad menyampaikan bahwa, negara bisa mendapatkan penerimaan tambahan dari pengenaan pajak sebesar 2 persen terhadap 50 orang terkaya di Indonesia.

“Asumsi pajak ini dapat menghasilkan Rp 81,6 triliun yang dapat digunakan untuk membangun sekitar 339 ribu rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Galau.

Kebijakan pengampunan pajak dan insentif fiskal yang ada saat ini dinilai cenderung menguntungkan perusahaan besar dan orang-orang kaya, sementara masyarakat kelas menengah-bawah dipaksa patuh membayar pajak.

Para peneliti CELIOS merekomendasikan pemerintahan mendatang untuk memanfaatkan potensi pengenaan pajak terhadap orang-orang super kaya ini sebagai alternatif untuk membiayai janji-janji program fantastis dari pemerintahan mendatang.

Dengan penerimaan dari pajak kekayaan tersebut, negara mampu membiayai program makan siang gratis sekitar 15 juta warga negara selama setahun.

Pembentukan Kementerian Penerimaan Negara merupakan langkah berani yang menandakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara.

Langkah ini juga menunjukkan bahwa pemerintah menyadari pentingnya peran pajak dalam pembangunan nasional. Dengan fokus yang lebih terarah pada penerimaan negara, diharapkan Indonesia dapat mencapai target pendapatan negara dan membangun masa depan yang lebih cerah. (red/akha)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *