SUARASMR.NEWS – Dalam dunia politik, terutama di lembaga legislatif seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), nilai dan norma memainkan peran penting dalam membentuk perilaku dan keputusan anggotanya.
Nilai-nilai ini tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang dipegang oleh parlemen.
Hal ini menjadi inti dari pernyataan yang dibuat oleh Anggota Komisi X DPR RI, Ahmad Dhani, terkait putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang menjatuhi sanksi terhadapnya.
“Ya, sebenarnya itu semua masalah menilai saja, kalau tidak ada yang ngelaporin ya nilainya tidak ada sebenarnya, sama saja, karena ada yang melaporkan ada nilai-nilai lain dari luar, value (nilai) dari luar, itu lah (putusan dijatuhkan),” kata Ahmad Dhani ditemui usai menghadiri sidang pembacaan putusan MKD DPR RI di Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Menurut Dhani, yang dihadapinya lebih berkaitan dengan penilaian dari pihak lain, bukan karena pelanggaran kode etik yang dilakukannya. Ia menekankan bahwa sebagai anggota dewan, nilai-nilai pribadi harus disesuaikan dengan nilai-nilai parlemen.
Ini menunjukkan bahwa dalam konteks keanggotaan DPR, terdapat norma-norma tertentu yang harus dipegang oleh para anggotanya, selain dari norma-norma yang ada di Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dhani juga menyampaikan bahwa sebelum menjadi anggota DPR, ia merujuk pada berbagai norma yang ada di Pancasila. Namun, setelah menjadi anggota, ia harus menyesuaikan nilai-nilai tersebut dengan norma-norma yang berlaku di parlemen.
Hal ini menunjukkan dinamika yang ada dalam menetapkan dan mengikuti norma-norma di lingkungan DPR. Selain itu, Dhani mengucapkan permintaan ma pihak-pihak yang melaporkannya, termasuk musisi Rayendie Rohy Pono alias Rayen Pono.
Ia meminta maaf atas slip of the tongue yang terjadi di acara diskusi hak cipta, yang menjadi dasar pelaporan ke MKD DPR. Ini menunjukkan sikap hormat dan tanggung jawab yang ia tunjukkan terhadap keluhan yang diajukan oleh pihak lain.
Adapun dalam sidang MKD DPR RI, Dhani menyebut memiliki perbedaan pandangan dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang menilai ide perluasan naturalisasi pemain sepak bola untuk dinikahkan dengan perempuan Indonesia sebagai pernyataannya bernada seksis.
“Menurut saya kan hanya ada satu (pihak) yang merasa itu tidak patut karena tidak sesuai dengan norma yang diyakininya. Komnas Perempuan merasa itu melanggar norma yang mereka yakini, meskipun itu tidak dianggap bertentangan dengan Pancasila,” kata Dhani dalam sidang sebelum pembacaan putusan.
Menurut dia, seksis ataupun gender bukanlah suatu norma yang berlaku di Indonesia. Sebaliknya, dia meyakini bahwa norma yang tepat ialah berpedoman pada etika dan moral dalam Pancasila.
“Bukannya saya sok pintar, seksis itu kan Bahasa Inggris, dan di dalam bahasa Indonesia pun kan norma seksis enggak ada, atau gender juga Bahasa Inggris. Maka dari itu saya tetap bertahan norma itu adalah Pancasila, bukan norma yang dihadirkan dari dunia Barat begitu,” katanya.
Untuk itu, dia merasa pernyataan yang dilontarkannya saat Rapat Komisi X DPR RI bersama Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Rabu (5/3) itu tidak bertentangan dengan norma dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Masalah gender, seksis, itu kan pandangan soal pemikiran. Pemikiran bisa berbeda. Selama saya meyakini bahwa pemikiran saya tidak berbeda dengan Pancasila dan norma-norma itu adalah selalu tetap Pancasila yang kita junjung, bukan norma dari dunia Barat,” ucapnya.
“Sehingga kalau dibolehkan berdebat dengan Komnas Perempuan saya akan debat mereka, masalah etika dan masalah moral yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” sambungnya.
Ini juga menggarisbawahi pentingnya memahami dan menghormati norma-norma yang berlaku di lingkungan DPR demi menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut. (red/ria)