MUI Keberatan Zakat Untuk MBG, Ketentuan Agama dan Kepantasan

oleh -674 Dilihat
banner 468x60

SUARASMR.NEWS – Pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang keberatan terhadap penggunaan zakat sebagai alternatif pembiayaan program makan bergizi gratis (MBG) memicu perdebatan hangat. Argumen MUI berpusat pada dua hal, yaitu ketentuan agama dan kepantasan.

Ketua MUI, KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan, bahwa MUI menekankan bahwa zakat memiliki aturan penerima yang jelas, yaitu umat Islam yang membutuhkan.

banner 719x1003

Mereka juga mempertanyakan kepantasan penggunaan zakat untuk program MBG karena tidak semua murid yang menjadi sasaran berasal dari kalangan tidak mampu dan tidak semua beragama Islam.

“Ini karena tidak semua murid yang menjadi sasaran MBG berasal dari kalangan tidak mampu. Kemudian, tidak semua murid beragama Islam karena ketentuan agama sudah mengatur penerima zakat beragama Islam,” kata Cholil, Kamis (16/1/2025)

Cholil menyarankan pemerintah lebih elok memberdayakan dana CSR pada BUMN atau swasta. Menurut dia, pemerintah harus siap dari sisi pendanaan lewat APBN karena ini sudah menjadi janji dan program prioritasnya.

Begitu pula dengan infaq dan shodaqah yang dikumpulkan Baznas atau Lembaga Amil Zakat (Lazis) karena sudah jelas peruntukannya. “Jadi jangan gunakan zakat, infaq, dan shodaqoh untuk kepentingan lain,” ujarnya.

Pandangan ini didukung oleh Ketua Asosiasi Pembangunan Sosial Indonesia, Nurhadi, yang menekankan bahwa dana filantropi seperti zakat, infaq, dan shodaqah memiliki aturan dan etika yang harus dipatuhi.

banner 484x341

“Seperti zakat sudah ada ketentuan mengenai yang berhak menerimanya. Selain itu, Lazis juga harus bertanggung jawab mengenai dana yang mereka kumpulkan dan gunakan kepada masyarakat,” kata Nurhadi.

Penggunaan dana tersebut untuk MBG, menurut Nurhadi, perlu mempertimbangkan persetujuan dari para donatur. Di sisi lain, penggunaan dana CSR dari BUMN atau swasta, serta hibah dari luar negeri, menjadi alternatif yang lebih tepat.

Baca Juga :  Badan Pemeriksa Keuangan Menujuk Dr. Isma Yatun Sebagai Ketua, Siap Awasi Keuangan Negara 

“Pemerintah juga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pendanaan MBG melalui APBN, mengingat program ini merupakan janji dan prioritas,” tandas Nurhadi.

Penting untuk mempertimbangkan aturan agama, kepantasan, dan persetujuan donatur dalam menentukan sumber pendanaan program sosial.

“Apakah masyarakat yang menyerahkan zakat, infaq, dan shodaqoh itu sudah setuju jika digunakan untuk pendanaan MBG, hal ini juga harus menjadi pertimbangan, ” kata Nurhadi menegaskan.

Alternatif lain seperti dana CSR dan APBN dapat menjadi solusi yang lebih tepat untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas program MBG. Perdebatan ini mengingatkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana filantropi.

Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait penggunaan dana tersebut, sehingga tercipta rasa keadilan dan kepercayaan publik. (red/akha)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *