SUARASMR.NEWS – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen berpotensi menghambat akses masyarakat terhadap pendidikan berkualitas di sekolah internasional. Hal ini disampaikan oleh Novita Hardini Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi PDI Perjuangan.
Novita Hardini menekankan bahwa sekolah internasional bukan hanya untuk kalangan atas, melainkan juga menjadi pilihan bagi banyak orang tua yang berjuang keras demi pendidikan anak-anak mereka, meskipun dalam keterbatasan ekonomi.
Sekolah internasional berperan penting sebagai tolak ukur dan motivasi bagi sekolah nasional untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia agar lebih kompetitif di kancah global.
“Ini penting agar pendidikan di Indonesia bisa lebih kompetitif di tingkat global,” kata Novita Hardini dalam keterangan yang diterima suarasmr.news di Jakarta, Kamis (19/12/2024)
Kenaikan PPN akan meningkatkan beban biaya operasional sekolah internasional yang sangat bergantung pada sumber daya global seperti teknologi dan kurikulum internasional.
Dampak pertama adalah meningkatnya beban biaya operasional. Peningkatan biaya ini akan membuat sekolah internasional semakin sulit dijangkau, memperlebar kesenjangan akses pendidikan berkualitas. Sehingga memupus harapan agar anak-anak Indonesia dapat bersaing di tingkat global.
“Tidak semua siswa di sekolah internasional berasal dari keluarga kaya. Banyak orang tua yang rela bekerja lebih keras atau menggeser kebutuhan lainnya demi prioritas membiayai pendidikan anak,” jelas Novita.
Menurutnya, sekolah Internasional adalah media kita mampu memahami struktur dan pola pikir dengan wawasan global. Yang pada akhirnya, setiap lulusannya memiliki akses berkarier dan ber-networking ke seluruh penjuru dunia dengan mudah.
“Jika PPN 12 persen dibebankan kepada sekolah internasional, maka ini menjadi beban yang akan dirasakan langsung oleh para orang tua yang tidak semuanya berasal dari keluarga kaya,” ujarnya.
Dampak kedua yang bisa terjadi adalah menurun drastisnya minat calon siswa. Orang tua yang merasa terbebani dengan kenaikan PPN, akan memilih alternatif sekolah lain.
“Sekolah bisa kehilangan siswa, dan investor pun akan menghadapi tantangan besar dalam menjaga keberlangsungan operasionalnya,” jelas Isteri Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin ini.
Oleh karena itu, kebijakan kenaikan PPN 12 persen perlu dikaji ulang agar tidak menghambat kemajuan pendidikan Indonesia dan mencederai cita-cita untuk mencetak generasi penerus bangsa yang unggul dan kompetitif.
“Kita harus berpikir jangka panjang. Jangan sampai kebijakan ini justru membuat pendidikan berkualitas semakin tidak terjangkau dan menghambat peningkatan mutu pendidikan nasional,” kata Novita menegaskan. (red/ria)