Pentingnya Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Pers di Indonesia

oleh -548 Dilihat
banner 468x60

SUARASMR.NEWS – Kebebasan pers merupakan pilar penting dalam demokrasi Indonesia, dijamin oleh UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Namun, kenyataannya, kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi. Hal itu disampaikan Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/4/2025).

banner 719x1003

Anis mengungkapkan bahwa Komnas HAM telah beberapa kali mengecam tindakan ini, dia juga menegaskan pentingnya penegakan hukum dan perlindungan bagi para jurnalis.

“Komnas HAM mengecam kekerasan terhadap jurnalis dan ini terjadi keberulangan yang kesekian kali,” ucap Anis Hidayah.

Kasus terbaru yang menimpa pewarta foto ANTARA, Makna Zaezar, menunjukkan betapa rawannya profesi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.

“Dan kami mendorong agar semua pihak termasuk aparat penegak hukum dan Pemerintah [untuk] menghormati, menjamin, dan melindungi kebebasan pers di Indonesia dalam menjalankan kerja-kerja jurnalismenya,” ungkap Anis.

Kejadian ini, di mana Makna Zaezar mengalami kekerasan dari ajudan Kapolri saat meliput kegiatan Kapolri di Stasiun Tawang, Semarang, mengingatkan semua pihak akan pentingnya menghormati dan melindungi kebebasan pers.

banner 484x341

Menurut Anis peristiwa ini bukan hanya serangan terhadap seorang jurnalis, tetapi juga serangan terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan bebas.

Sebagaimana dijelaskan oleh Makna Zaezar, saat itu Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memulai kegiatannya di Stasiun Tawang dengan menyempatkan diri berbincang dengan pemudik difabel dan lansia yang menggunakan kursi roda di peron Stasiun Tawang.

Setelah itu, lanjut dia, Kapolri dijadwalkan melakukan inspeksi ke dalam gerbong kereta dan ajudan Kapolri kemudian meminta agar media dan Humas Polri untuk membuka jalan.

Namun, dalam prosesnya, oknum ajudan tersebut terlibat cekcok dengan anggota Humas Polri. Melihat kejadian itu, Makna Zaezar pun bergerak menjauh dari posisi awalnya agar tidak terlibat cekcok tersebut.

Baca Juga :  Pengamat Penyiaran Indonesia: Tantangan Media Massa dalam Mengawal Pilkada Serentak 2024

“Nah, posisi saya di kiri. Saya tahu kalau beliau mau ke kiri ‘kan, makanya saya pindah ke seberang. Waktu sebelum saya pindah ke seberang, si ajudannya ini ngomel-ngomel, ‘Kalian kalau dari pers, tak (saya) tempeleng satu-satu’,” kata Makna Zaezar saat dikonfirmasi dari Jakarta, Minggu (6/4/2025).

Mendengar hal itu, dia pun kembali ke posisinya semula. Saat itulah, oknum ajudan tersebut melakukan dugaan tindakan kekerasan dengan memukul bagian kepala Makna Zaezar.

“Dia mengeplak, ya, kalau bahasanya sini itu ngeplak bagian kepala belakang. Nah, setelah itu saya kaget, ya. ‘Wah, kenapa, Mas?’ Saya bilang begitu, lalu orangnya diam. Kemudian, dia lanjut marah-marah, kemudian lanjut kerja lagi,” ujarnya.

Ipda E, oknum anggota tim pengamanan protokoler Kapolri yang diduga melakukan kekerasan, telah menyampaikan permintaan maaf kepada Makna Zaezar atas insiden tersebut.

Permintaan maaf disampaikan usai pertemuan di Kantor ANTARA Biro Jawa Tengah di Semarang, Minggu (6/4/2025) malam.

“Saya menyesal dan menyampaikan permohonan maaf kepada rekan-rekan media atas kejadian di Stasiun Tawang,” kata Ipda E.

Penting bagi semua pihak, termasuk aparat penegak hukum dan pemerintah, untuk memastikan jurnalis dapat bekerja tanpa rasa takut dan intimidasi, sehingga demokrasi Indonesia dapat terus berkembang dengan baik.

Diharapkan kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen bersama dalam melindungi kebebasan pers dan menjamin keselamatan para jurnalis. (red/hil)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *