SUARASMR.NEWS – Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan dan berbagai kementerian terkait, tengah fokus mempersiapkan operasional BPJS Ketenagakerjaan untuk tahun 2025.
Rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani melibatkan berbagai pihak, diantaranya Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli.
Juga termasuk Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo, Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, serta Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Nunung Nuryartono.
“Kami dan segenap jajaran menggelar rapat koordinasi membahas operasional BPJS Ketenagakerjaan untuk tahun depan,” kata Sri Mulyani dalam akun Instagram resmi @smindrawati, dikutip di Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Fokus utama adalah optimalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk mendukung perlindungan sosial dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sejalan dengan visi pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
“Oleh karena itu, kami mendukung optimalisasi operasional BPJS Ketenagakerjaan dalam mendukung aspek kepesertaan, meningkatkan pelayanan, memajukan aspek inovasi dan teknologi,” ujar Sri Mulyani.
“Selain itu juga memastikan bahwa Dana Jaminan Sosial dikelola dengan prinsip kehati-hatian untuk sebesar-besarnya dikembalikan kepada peserta,” sambungnya.
Sementara itu ditempat terpisah, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menekankan perlunya perhatian khusus terkait skema program BPJS Ketenagakerjaan menghadapi potensi penambahan pekerja bukan penerima upah atau pekerja informal dalam susunan kepesertaan di masa depan.
“Kepesertaan yang akan bersumber dari peserta bukan penerima upah itu proporsinya akan semakin meningkat, sekitar 60 persen lebih daripada peserta penerima upah,” ujar Anggota DJSN Paulus Agung Pambudhi dalam diskusi Social Security Summit 2024 yang diadakan BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Selasa (26/11).
Upaya optimalisasi ini mencakup peningkatan kepesertaan, perbaikan pelayanan, pengembangan inovasi dan teknologi, serta pengelolaan dana jaminan sosial yang hati-hati.
Hal ini sangat penting mengingat proyeksi peningkatan jumlah peserta bukan penerima upah (informal) yang diperkirakan mencapai lebih dari 60% di masa mendatang.
Tantangan ini membutuhkan strategi khusus agar BPJS Ketenagakerjaan tetap mampu memberikan perlindungan yang optimal bagi seluruh pekerja Indonesia, baik formal maupun informal.
Dia mengidentifikasi sejumlah hambatan dan tantangan dalam pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan saat ini, termasuk belum optimalnya kepesertaan aktif pekerja penerima upah dan masih rendahnya cakupan pekerja bukan penerima upah.
Untuk itu, kata dia, diperlukan intervensi kebijakan, termasuk peningkatan literasi jaminan sosial bagi pekerja informal, meningkatkan akses mereka dalam program pensiun dan penyediaan skema jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja miskin dan tidak mampu.
Keberhasilan BPJS Ketenagakerjaan dalam menjalankan perannya akan sangat berpengaruh pada kesejahteraan dan masa depan para pekerja di Indonesia.
Inisiatif ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menciptakan sistem jaminan sosial yang kuat dan berkelanjutan, memberikan rasa aman dan harapan bagi para pekerja di seluruh negeri. (red/ria)