SUARA MEDIARAJAWALI – Bayangkan sebuah tangga. Di puncak tangga, berdiri kelas menengah, menikmati kemakmuran dan stabilitas. Namun, tangga itu kini bergoyang. Kenaikan harga yang tak terkendali, seperti hantu tak kasat mata, perlahan mendorong mereka turun.
Sri Mulyani, Menteri Keuangan, menggambarkan situasi ini dengan gamblang. Inflasi yang tinggi, bagaikan badai yang menerjang, membuat garis kemiskinan naik. Mereka yang berada di ambang kelas menengah, terhempas ke bawah.
“Penurunan kelas menengah biasanya karena inflasi. Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik, mereka tiba-tiba akan jatuh ke bawah,” kata Sri Mulyani, Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Namun, di tengah badai, ada secercah harapan. Kelompok miskin, dengan tekad yang kuat, mulai merangkak naik. Mereka menjadi “aspiring middle class”, kelas menengah yang sedang tumbuh.
“Jadi dalam hal ini kita melihat adanya dua indikator. Yang miskin naik, tapi yang kelas menengah turun,” katanya.
Transformasi ekonomi, seperti arus sungai yang tak terhenti, membawa perubahan. Di satu sisi, PHK melanda sektor tertentu. Di sisi lain, lapangan kerja baru bermunculan, menawarkan peluang bagi mereka yang gigih.
“Menurut statistik, 11 juta lebih dalam 3 tahun terakhir angkatan kerja baru atau lapangan kerja baru terbuka, tapi ada PHK. Jadi ini semuanya harus dilihat secara keseluruhan,” ucapnya.
Sri Mulyani mengingatkan kita untuk melihat keseluruhan gambaran. Ekonomi, seperti lautan yang luas, memiliki pasang surut. Tantangan dan peluang datang silih berganti. Yang penting adalah, kita tetap berlayar dengan bijak, menghadapi badai dengan tekad, dan meraih peluang dengan semangat.
Kisah kelas menengah yang terancam ini mengingatkan kita bahwa kemakmuran bukanlah hal yang pasti. Kita harus selalu waspada, beradaptasi, dan terus berjuang untuk meraih mimpi. (red/akha)
